Wonosobo: Badan
Eksekutif Mahasiswa (BEM) Univesitas Sains Alquran (UNSIQ), pada Selasa,
7/8/12 pukul 15:30 WIB, telah menyelenggarakan acara“Jagong Budaya dan Lintas Agama-Berbuka Puasa Bersamadengan Membagi-bagikan
1000 kolak”, berlokasidi Paseban alun-alun kota.
Panitia acara
telah mengundang berbagai narasumberl intas agama, diantaranya: NurulMubin,
M.Si (intelektual mudadan ketua Lakpesdam NU Wonosobo), Sajid Ahmad Sutikno dan
Erik Ahmad Fatih (Perwakilan Islam/JemaatAhmadiyah Indonesia kabupatenWonosobo),
Lukito (DPD Walubi/Buddha Wonosobo), Drs. Yoyok (Perwakilan Katholik) danMulyani
(Ormas spiritual lokal Pangestu).
Hadirin
yang datang lebih dari 100 orang diantaranyad ari Hindu, Kong hu Cu, Kristen,
Tao, beberapa aktivis/tokoh ormas Islam seperti NU, budayawan, aktivisPMII,
Teater Banyu, para santri Ponpes, para mahasiswi Unsiq, muslimat NU, aktivis muda
Jemaat Ahmadiyah (Khudam), perwakilan Lajnah Imaillah kab.Wonosobo, dan lain sebagainya.
Pertemuan
santai tersebut dilaksanakan selain untuk menjalin tali silaturrahmi, saling memahami,
merawat kerukunan yang selama ini berjalan baik di kabupaten Wonosobo, juga untuk
memperbincang tema puasa di masing-masing agama dan keyakinan oleh para nara sumber.
Acara yang
dipimpin langsung oleh Haqqi Al-Anshori, S.Ag (koordinator Lintas Agama/ FUB dan
budayawan Wonosobo) selama lebih kurang 2 jam tersebut berjalan cukup sukses. Sehingga
suasana persaudaraan dan keharmonisanpun bisa dirasakan para hadirin.
Disaat sesi
pemaparan singkat dari berbagai perwakilan, Nurul Mubin, M.Si mendapat bagian pertama
menyampaikan makna dan hakikat berpuasa bagi umat Islam.
Mulyani dari
organisasi lokal spiritual Pangestu menyampaikan bahwa puasa adalahs arana manusia
untuk menahan segala hawa nafsu selain sebagai cara untuk mendekatkan diri kepada
Sang Khalik. “Dengan puasa seharusnya masing-masing dalam diri manusia ada perubahan
lebih baik dari sebelumnya, dalam arti lain setiap kita hendaknya menjadi pribadi-pribadi
yang berubah kearah yang lebih baik”.Ia menganalogkan perubahan itu seperti ulat
dan bukan seperti ular.
Drs.
Yoyok perwakilan agama Katholik menyampaikan bahwa dalam agamanya pun puasa diajarkan.
“Kebiasaan di agama kami berpuasa itu di sebut pra-paska yang lamanya 40 hari, dan masa-masa itu kamimenyebutnya sebagai
masa ritreb agung yang berarti masa evaluasi
diri/penyadaran diri seberapa pantasnya diri kami disebut sebagai orang beriman
untuk mempertanggung-jawabkan dihadapanTuhan”.
Kemudian
Lukito dariWalubi/Buddha menyampaikan bahwa puasad alam agama Buddha diajarkan olehSang
Buddha yang tujuannya sebagai sarana pengendalian
diri. Puasa di tanah Jawa di masa agama Buddha sudah ada sejak sebelum Majapahit,
bahkan sejak sebelum kerajaan Mataram kuno. Puasa itu secara bahasa berasal dari
kata Upo Wuoso atau Upa Wuasa yang dalam bahasa Jawas ekarang lebih dikenal dengan
kata Poso/Pasa sehingga dalam bahasa Indonesia disebut Puasa. Arti puasa itu sendiri
adalah mengurangi makan/terikat, yaitu diamalkannya dengan cara tidak boleh berbuat
jahat, menempuh hidup sederhana dll. Contohnya tidur dengan alas tidur sederhana
di lantai, makan sayur tidak makan daging dll , dan itu dilakukan dari jam 11
siang hingga jam 6 pagi.
Pemaparan
terakhir dari perwakilan Islam oleh ustadz/mubaligh Jemaat Ahmadiyah Sajid
Ahmad Sutikno (pembawa acara menyampaikan bahwa dikarenakan para kyai yang seharusnya
menjadi nara sumber tidak bisa hadir, maka pembicara dari Islam akan diwakili ustadz
Ahmadiyah,–hadirin tepuk tangan dantertawa senang).
Setelah menyampaikan
salam, mubaligh Jemaat Ahmadiyah yang lebih dikenal dengan sapaan ustadz Tikno ini
mengawali pemaparannya secara santai dengan membaca syahadat dan sholawat Nabi
Muhammad SAW. Kemudian mengupas firman Allah Taala dalam QS. Al-Baqarah:184(tafsir
Jemaat Ahmadiyah). Ayat tersebut membicarakan
bahwa selain umat Islam diwajibkan berpuasa, umat-umat agama lain sebelum Islam
pun ada perintah berpuasa. Puasa sebagai peraturan agama dalam bentuk/dengan perincian
bagaimana pun terdapat pada tiap-tiap agama. “Maka terbuktilah kebenaran dari ayat
tsb, bahwa kita tahu dari para narasumber tadi, di dalam masing-masing agama nya
ada ajaran berpuasa meskipun mungkin bentuk/ corak dan tatacaranya berbeda-beda.
Puasa sangat perlu untuk kemajuan rohani dan mengandung daya mensucikan yang
kuat sekali kepada alam pikiran”.
Ia melanjutkan,
bahwa “menurut Islam, puasa merupakan lambang pengorbanan yang sempurna seorang
hamba kepada Tuhannya. Orang yang berpuasa membuktikan kesediaannya yang
sungguh-sungguh, bila diperlukan, mengorbankan segala-galanya untuk kepentingan
Tuhan Allah Ta’ala-nya”.Orang yang berpuasa menyadari selain menempuh ibadah-ibadah
yang menimbulkan dalam hati manusia panas/kehangatan cinta kepada Khaliknya, juga
menyadari adanya solidaritas kepada sesama manusia.
“Hikmah
lain berpuasa bagi kita adalah kita diajarkan bagaimana ber-tashamuh
(toleransi), bagaimana kita mengedalikan diri, kepedulian, dan kebersamaan diantara
sesama umat manusia” lanjutnya.
Pemaparan
dari Jemaat Ahmadiyah diakhiri dengan ajaran tirakat dan puasa dalam tembang Kinanthi dalam buku Wulangreh karya Mangkunegara
raja Surakarta. Antara lain : “Padha gulangen ing kalbu” (pandailah mengelolah batin)-“ing
sasmita pinrih lantip” (peka dan tanggap jika ada isyarat/kegelisahan dari
orang lain)- “Aja pijer mangan nendra” (jangan hanya pandai makan dan tidur)
–“Sudanen Dhahar lawan guling (oleh karenanya kurangilah makan dan tidur).
Acara kemudian
dilanjutkan dengan sesi Tanya-jawab. Selain pertanyaan-pertanyaan seputar puasa,
penentuan hokum hilal (hisabdanru’yat) ke beberapa narasumber, perwakilan Jemaat
Ahmadiyah banyak mendapatkan pertanyaan diluar tema diantaranya: akidah dan penuduhan
sesatt erhadap Ahmadiyah, dll.
Setelah selesai
menjawab pertanyaan-pertanyaan, mubaligh Sajid menutup dengan bacaan tahiyat shalat
yang diamalkan warga Ahmadiyah, yang isinya adalah syahadat dan shalawat kepada
Nabi Muhammad SAW. Sebagai bukti ke-Islaman Ahmadiyah, dan menyampaikan bahwa bukti
ke-Islaman lainnya adalah pada bulan Ramadhan biasa menjalani puasa seperti umat
Islam lainnya, sebagai pengamalan ajaran Alquran dan Nabi Suci Muhammad SAW
yang tertera dalam rukun Islam, hadirin pun secara serentak menggemakan takbir dan
bertepuk tangan.
Kemudian
tibalah waktu berbuka puasa, hadirin semua pun memulai mencicipi hidangan yang
disiapkan panitia, kolak dan nasi bungkus. Setelah itu acara ditutup dengan doa
dari masing-masing tokoh lintas agama untuk Muslim Rohingya Myanmar yang
terus-menerus mengalami derita. Panitia pun meminta ustadz Sajid untuk memimpin
doa pertama perwakilan dari Islam, kemudiandari Buddha, Katholik dan Pangestu.
Hadirin pun berjabatantangan dan pulang.SAS /edit;nks.[]