24/08/12

Buka PuasaBersama Para Tokoh Lintas Agama



Wonosobo: Badan  Eksekutif Mahasiswa (BEM) Univesitas Sains Alquran (UNSIQ), pada Selasa, 7/8/12 pukul 15:30 WIB, telah menyelenggarakan acara“Jagong Budaya dan Lintas Agama-Berbuka Puasa Bersamadengan Membagi-bagikan 1000 kolak”, berlokasidi Paseban alun-alun kota.
Panitia acara telah mengundang berbagai narasumberl intas agama, diantaranya: NurulMubin, M.Si (intelektual mudadan ketua Lakpesdam NU Wonosobo), Sajid Ahmad Sutikno dan Erik Ahmad Fatih (Perwakilan Islam/JemaatAhmadiyah Indonesia kabupatenWonosobo), Lukito (DPD Walubi/Buddha Wonosobo), Drs. Yoyok (Perwakilan Katholik) danMulyani (Ormas spiritual lokal Pangestu).
Hadirin yang datang lebih dari 100 orang diantaranyad ari Hindu, Kong hu Cu, Kristen, Tao, beberapa aktivis/tokoh ormas Islam seperti NU, budayawan, aktivisPMII, Teater Banyu, para santri Ponpes, para mahasiswi Unsiq, muslimat NU, aktivis muda Jemaat Ahmadiyah (Khudam), perwakilan Lajnah Imaillah kab.Wonosobo, dan lain sebagainya.
Pertemuan santai tersebut dilaksanakan selain untuk menjalin tali silaturrahmi, saling memahami, merawat kerukunan yang selama ini berjalan baik di kabupaten Wonosobo, juga untuk memperbincang tema puasa di masing-masing agama dan keyakinan oleh para nara sumber.
Acara yang dipimpin langsung oleh Haqqi Al-Anshori, S.Ag (koordinator Lintas Agama/ FUB dan budayawan Wonosobo) selama lebih kurang 2 jam tersebut berjalan cukup sukses. Sehingga suasana persaudaraan dan keharmonisanpun bisa dirasakan para hadirin.
Disaat sesi pemaparan singkat dari berbagai perwakilan, Nurul Mubin, M.Si mendapat bagian pertama menyampaikan makna dan hakikat berpuasa bagi umat Islam.
Mulyani dari organisasi lokal spiritual Pangestu menyampaikan bahwa puasa adalahs arana manusia untuk menahan segala hawa nafsu selain sebagai cara untuk mendekatkan diri kepada Sang Khalik. “Dengan puasa seharusnya masing-masing dalam diri manusia ada perubahan lebih baik dari sebelumnya, dalam arti lain setiap kita hendaknya menjadi pribadi-pribadi yang berubah kearah yang lebih baik”.Ia menganalogkan perubahan itu seperti ulat dan bukan seperti ular.
Drs. Yoyok perwakilan agama Katholik menyampaikan bahwa dalam agamanya pun puasa diajarkan. “Kebiasaan di agama kami berpuasa itu di sebut pra-paska yang lamanya 40 hari, dan masa-masa itu kamimenyebutnya sebagai masa ritreb agung yang berarti masa evaluasi diri/penyadaran diri seberapa pantasnya diri kami disebut sebagai orang beriman untuk mempertanggung-jawabkan dihadapanTuhan”.
Kemudian Lukito dariWalubi/Buddha menyampaikan bahwa puasad alam agama Buddha diajarkan olehSang  Buddha yang tujuannya sebagai sarana pengendalian diri. Puasa di tanah Jawa di masa agama Buddha sudah ada sejak sebelum Majapahit, bahkan sejak sebelum kerajaan Mataram kuno. Puasa itu secara bahasa berasal dari kata Upo Wuoso atau Upa Wuasa yang dalam bahasa Jawas ekarang lebih dikenal dengan kata Poso/Pasa sehingga dalam bahasa Indonesia disebut Puasa. Arti puasa itu sendiri adalah mengurangi makan/terikat, yaitu diamalkannya dengan cara tidak boleh berbuat jahat, menempuh hidup sederhana dll. Contohnya tidur dengan alas tidur sederhana di lantai, makan sayur tidak makan daging dll , dan itu dilakukan dari jam 11 siang hingga jam 6 pagi.
Pemaparan terakhir dari perwakilan Islam oleh ustadz/mubaligh Jemaat Ahmadiyah Sajid Ahmad Sutikno (pembawa acara menyampaikan bahwa dikarenakan para kyai yang seharusnya menjadi nara sumber tidak bisa hadir, maka pembicara dari Islam akan diwakili ustadz Ahmadiyah,–hadirin tepuk tangan dantertawa senang).
Setelah menyampaikan salam, mubaligh Jemaat Ahmadiyah yang lebih dikenal dengan sapaan ustadz Tikno ini mengawali pemaparannya secara santai dengan membaca syahadat dan sholawat Nabi Muhammad SAW. Kemudian mengupas firman Allah Taala dalam QS. Al-Baqarah:184(tafsir Jemaat Ahmadiyah).  Ayat tersebut membicarakan bahwa selain umat Islam diwajibkan berpuasa, umat-umat agama lain sebelum Islam pun ada perintah berpuasa. Puasa sebagai peraturan agama dalam bentuk/dengan perincian bagaimana pun terdapat pada tiap-tiap agama. “Maka terbuktilah kebenaran dari ayat tsb, bahwa kita tahu dari para narasumber tadi, di dalam masing-masing agama nya ada ajaran berpuasa meskipun mungkin bentuk/ corak dan tatacaranya berbeda-beda. Puasa sangat perlu untuk kemajuan rohani dan mengandung daya mensucikan yang kuat sekali kepada alam pikiran”.
Ia melanjutkan, bahwa “menurut Islam, puasa merupakan lambang pengorbanan yang sempurna seorang hamba kepada Tuhannya. Orang yang berpuasa membuktikan kesediaannya yang sungguh-sungguh, bila diperlukan, mengorbankan segala-galanya untuk kepentingan Tuhan Allah Ta’ala-nya”.Orang yang berpuasa menyadari selain menempuh ibadah-ibadah yang menimbulkan dalam hati manusia panas/kehangatan cinta kepada Khaliknya, juga menyadari adanya solidaritas kepada sesama manusia.
“Hikmah lain berpuasa bagi kita adalah kita diajarkan bagaimana ber-tashamuh (toleransi), bagaimana kita mengedalikan diri, kepedulian, dan kebersamaan diantara sesama umat manusia” lanjutnya.
Pemaparan dari Jemaat Ahmadiyah diakhiri dengan ajaran tirakat dan puasa dalam tembang Kinanthi dalam buku Wulangreh karya Mangkunegara raja Surakarta. Antara lain : “Padha gulangen ing kalbu” (pandailah mengelolah batin)-“ing sasmita pinrih lantip” (peka dan tanggap jika ada isyarat/kegelisahan dari orang lain)- “Aja pijer mangan nendra” (jangan hanya pandai makan dan tidur) –“Sudanen Dhahar lawan guling (oleh karenanya kurangilah makan dan tidur).
Acara kemudian dilanjutkan dengan sesi Tanya-jawab. Selain pertanyaan-pertanyaan seputar puasa, penentuan hokum hilal (hisabdanru’yat) ke beberapa narasumber, perwakilan Jemaat Ahmadiyah banyak mendapatkan pertanyaan diluar tema diantaranya: akidah dan penuduhan sesatt erhadap Ahmadiyah, dll.
Setelah selesai menjawab pertanyaan-pertanyaan, mubaligh Sajid menutup dengan bacaan tahiyat shalat yang diamalkan warga Ahmadiyah, yang isinya adalah syahadat dan shalawat kepada Nabi Muhammad SAW. Sebagai bukti ke-Islaman Ahmadiyah, dan menyampaikan bahwa bukti ke-Islaman lainnya adalah pada bulan Ramadhan biasa menjalani puasa seperti umat Islam lainnya, sebagai pengamalan ajaran Alquran dan Nabi Suci Muhammad SAW yang tertera dalam rukun Islam, hadirin pun secara serentak menggemakan takbir dan bertepuk tangan.
Kemudian tibalah waktu berbuka puasa, hadirin semua pun memulai mencicipi hidangan yang disiapkan panitia, kolak dan nasi bungkus. Setelah itu acara ditutup dengan doa dari masing-masing tokoh lintas agama untuk Muslim Rohingya Myanmar yang terus-menerus mengalami derita. Panitia pun meminta ustadz Sajid untuk memimpin doa pertama perwakilan dari Islam, kemudiandari Buddha, Katholik dan Pangestu. Hadirin  pun berjabatantangan dan pulang.SAS /edit;nks.[]

Buka PuasaBersama Para Tokoh Lintas Agama



Wonosobo: Badan  Eksekutif Mahasiswa (BEM) Univesitas Sains Alquran (UNSIQ), pada Selasa, 7/8/12 pukul 15:30 WIB, telah menyelenggarakan acara“Jagong Budaya dan Lintas Agama-Berbuka Puasa Bersamadengan Membagi-bagikan 1000 kolak”, berlokasidi Paseban alun-alun kota.
Panitia acara telah mengundang berbagai narasumberl intas agama, diantaranya: NurulMubin, M.Si (intelektual mudadan ketua Lakpesdam NU Wonosobo), Sajid Ahmad Sutikno dan Erik Ahmad Fatih (Perwakilan Islam/JemaatAhmadiyah Indonesia kabupatenWonosobo), Lukito (DPD Walubi/Buddha Wonosobo), Drs. Yoyok (Perwakilan Katholik) danMulyani (Ormas spiritual lokal Pangestu).
Hadirin yang datang lebih dari 100 orang diantaranyad ari Hindu, Kong hu Cu, Kristen, Tao, beberapa aktivis/tokoh ormas Islam seperti NU, budayawan, aktivisPMII, Teater Banyu, para santri Ponpes, para mahasiswi Unsiq, muslimat NU, aktivis muda Jemaat Ahmadiyah (Khudam), perwakilan Lajnah Imaillah kab.Wonosobo, dan lain sebagainya.
Pertemuan santai tersebut dilaksanakan selain untuk menjalin tali silaturrahmi, saling memahami, merawat kerukunan yang selama ini berjalan baik di kabupaten Wonosobo, juga untuk memperbincang tema puasa di masing-masing agama dan keyakinan oleh para nara sumber.
Acara yang dipimpin langsung oleh Haqqi Al-Anshori, S.Ag (koordinator Lintas Agama/ FUB dan budayawan Wonosobo) selama lebih kurang 2 jam tersebut berjalan cukup sukses. Sehingga suasana persaudaraan dan keharmonisanpun bisa dirasakan para hadirin.
Disaat sesi pemaparan singkat dari berbagai perwakilan, Nurul Mubin, M.Si mendapat bagian pertama menyampaikan makna dan hakikat berpuasa bagi umat Islam.
Mulyani dari organisasi lokal spiritual Pangestu menyampaikan bahwa puasa adalahs arana manusia untuk menahan segala hawa nafsu selain sebagai cara untuk mendekatkan diri kepada Sang Khalik. “Dengan puasa seharusnya masing-masing dalam diri manusia ada perubahan lebih baik dari sebelumnya, dalam arti lain setiap kita hendaknya menjadi pribadi-pribadi yang berubah kearah yang lebih baik”.Ia menganalogkan perubahan itu seperti ulat dan bukan seperti ular.
Drs. Yoyok perwakilan agama Katholik menyampaikan bahwa dalam agamanya pun puasa diajarkan. “Kebiasaan di agama kami berpuasa itu di sebut pra-paska yang lamanya 40 hari, dan masa-masa itu kamimenyebutnya sebagai masa ritreb agung yang berarti masa evaluasi diri/penyadaran diri seberapa pantasnya diri kami disebut sebagai orang beriman untuk mempertanggung-jawabkan dihadapanTuhan”.
Kemudian Lukito dariWalubi/Buddha menyampaikan bahwa puasad alam agama Buddha diajarkan olehSang  Buddha yang tujuannya sebagai sarana pengendalian diri. Puasa di tanah Jawa di masa agama Buddha sudah ada sejak sebelum Majapahit, bahkan sejak sebelum kerajaan Mataram kuno. Puasa itu secara bahasa berasal dari kata Upo Wuoso atau Upa Wuasa yang dalam bahasa Jawas ekarang lebih dikenal dengan kata Poso/Pasa sehingga dalam bahasa Indonesia disebut Puasa. Arti puasa itu sendiri adalah mengurangi makan/terikat, yaitu diamalkannya dengan cara tidak boleh berbuat jahat, menempuh hidup sederhana dll. Contohnya tidur dengan alas tidur sederhana di lantai, makan sayur tidak makan daging dll , dan itu dilakukan dari jam 11 siang hingga jam 6 pagi.
Pemaparan terakhir dari perwakilan Islam oleh ustadz/mubaligh Jemaat Ahmadiyah Sajid Ahmad Sutikno (pembawa acara menyampaikan bahwa dikarenakan para kyai yang seharusnya menjadi nara sumber tidak bisa hadir, maka pembicara dari Islam akan diwakili ustadz Ahmadiyah,–hadirin tepuk tangan dantertawa senang).
Setelah menyampaikan salam, mubaligh Jemaat Ahmadiyah yang lebih dikenal dengan sapaan ustadz Tikno ini mengawali pemaparannya secara santai dengan membaca syahadat dan sholawat Nabi Muhammad SAW. Kemudian mengupas firman Allah Taala dalam QS. Al-Baqarah:184(tafsir Jemaat Ahmadiyah).  Ayat tersebut membicarakan bahwa selain umat Islam diwajibkan berpuasa, umat-umat agama lain sebelum Islam pun ada perintah berpuasa. Puasa sebagai peraturan agama dalam bentuk/dengan perincian bagaimana pun terdapat pada tiap-tiap agama. “Maka terbuktilah kebenaran dari ayat tsb, bahwa kita tahu dari para narasumber tadi, di dalam masing-masing agama nya ada ajaran berpuasa meskipun mungkin bentuk/ corak dan tatacaranya berbeda-beda. Puasa sangat perlu untuk kemajuan rohani dan mengandung daya mensucikan yang kuat sekali kepada alam pikiran”.
Ia melanjutkan, bahwa “menurut Islam, puasa merupakan lambang pengorbanan yang sempurna seorang hamba kepada Tuhannya. Orang yang berpuasa membuktikan kesediaannya yang sungguh-sungguh, bila diperlukan, mengorbankan segala-galanya untuk kepentingan Tuhan Allah Ta’ala-nya”.Orang yang berpuasa menyadari selain menempuh ibadah-ibadah yang menimbulkan dalam hati manusia panas/kehangatan cinta kepada Khaliknya, juga menyadari adanya solidaritas kepada sesama manusia.
“Hikmah lain berpuasa bagi kita adalah kita diajarkan bagaimana ber-tashamuh (toleransi), bagaimana kita mengedalikan diri, kepedulian, dan kebersamaan diantara sesama umat manusia” lanjutnya.
Pemaparan dari Jemaat Ahmadiyah diakhiri dengan ajaran tirakat dan puasa dalam tembang Kinanthi dalam buku Wulangreh karya Mangkunegara raja Surakarta. Antara lain : “Padha gulangen ing kalbu” (pandailah mengelolah batin)-“ing sasmita pinrih lantip” (peka dan tanggap jika ada isyarat/kegelisahan dari orang lain)- “Aja pijer mangan nendra” (jangan hanya pandai makan dan tidur) –“Sudanen Dhahar lawan guling (oleh karenanya kurangilah makan dan tidur).
Acara kemudian dilanjutkan dengan sesi Tanya-jawab. Selain pertanyaan-pertanyaan seputar puasa, penentuan hokum hilal (hisabdanru’yat) ke beberapa narasumber, perwakilan Jemaat Ahmadiyah banyak mendapatkan pertanyaan diluar tema diantaranya: akidah dan penuduhan sesatt erhadap Ahmadiyah, dll.
Setelah selesai menjawab pertanyaan-pertanyaan, mubaligh Sajid menutup dengan bacaan tahiyat shalat yang diamalkan warga Ahmadiyah, yang isinya adalah syahadat dan shalawat kepada Nabi Muhammad SAW. Sebagai bukti ke-Islaman Ahmadiyah, dan menyampaikan bahwa bukti ke-Islaman lainnya adalah pada bulan Ramadhan biasa menjalani puasa seperti umat Islam lainnya, sebagai pengamalan ajaran Alquran dan Nabi Suci Muhammad SAW yang tertera dalam rukun Islam, hadirin pun secara serentak menggemakan takbir dan bertepuk tangan.
Kemudian tibalah waktu berbuka puasa, hadirin semua pun memulai mencicipi hidangan yang disiapkan panitia, kolak dan nasi bungkus. Setelah itu acara ditutup dengan doa dari masing-masing tokoh lintas agama untuk Muslim Rohingya Myanmar yang terus-menerus mengalami derita. Panitia pun meminta ustadz Sajid untuk memimpin doa pertama perwakilan dari Islam, kemudiandari Buddha, Katholik dan Pangestu. Hadirin  pun berjabatantangan dan pulang.SAS /edit;nks.[]

09/08/12

Ramadhan di Transito


Laporan: AHMAD NAJIB BURHANI- Kandidat Doktor di Universitas California-Santa Barbara; Peneliti LIPI

Tuesday, 07 August 2012
Bagi orang kaya ,Ramadan adalah bulan untuk merasakan penderitaan orang yang lemah, serta menjadi waktu untuk meningkatkan kesadaran dan kepedulian sosial. Tapi apa makna puasa bagi mereka yang selama bertahun-tahun hidup tertindas dan tersingkirkan, seperti komunitas Ahmadiyah yang menghuni Asrama Transito di Mataram -NTB?

Sekitar 140 orang telah hidup sebagai pengungsi di tempat penampungan itu selama lebih dari enam tahun. Mereka menempati tiga aula yang disekat dengan kain menjadi kamarkamar seluas 2x3 meter untuk dihuni setiap keluarga. Mereka ini berkali-kali diusir dari desanya setelah terlebih dulu rumahnya dibakar atau dihancurkan dan harta benda yang mereka miliki dijarah oleh para penyerang. Kebanyakan berasal dari Pancor dan Selong di Lombok Timur.

Mereka terusir dari sana pada 2002 dan kemudian pindah ke Gegerung, Lombok Barat, untuk memulai kehidupan baru. Belum lama menempati rumah baru, pada 2006 mereka kembali diserang dan diusir. Rumah mereka dihancurkan dan dijarah. Sejak itulah orang-orang Ahmadi ini menumpang di Asrama Transito mirip seperti stateless citizens.

Orang-Orang yang Tegar

Ketika saya bertemu para penghuni Transito di awal Ramadan ini,yang mengherankan, tidak ada kesan sedih di wajah mereka. Mereka memadati musala kecil untuk salat tarawih dan tadarus Alquran. Mereka bisa menampilkan senyum dan melayani tamu sebaik yang mereka mampu. Masa yang terlalu lama dalam penderitaan membuat orang-orang ini mampu menyesuaikan diri dengan nasib dan merangkul dengan baik musibah yang mereka terima.Tidak ada tangisan atau keluhan, apalagi kesan untuk dikasihani.

Barangkali, seperti disampaikan oleh pembina spiritual mereka, air mata mereka memang sudah habis. Apa yang justru muncul dari para penghuni Transito ini adalah keyakinan bahwa penderitaan yang mereka alami adalah bukti kebenaran nubuwwah.Sebagaimana dalam cerita nabi-nabi, orang-orang yang berpegang teguh pada keyakinan yang benar akan selalu mengalami persekusi, baik oleh pemerintah maupun masyarakat sekitarnya. Mereka yakin bahwa pada masa-masa tertentu,ulama yang semestinya menjadi pembimbing umat justru banyak yang menjadi sejahat-jahatnya makhluk Tuhan di muka bumi.

Bagi mereka,itu terjadi sekarang ini terutama ketika ulama menuduh mereka sesat dan kafir. Keyakinan akan kebenaran iman membuat mereka tegar dalam penderitaan. Meski dalam kondisi miskin misalnya,mereka tetap menyisihkan apa yang mereka peroleh untuk membayar zakat setiap bulan,bukan hanya pada Ramadan. Mereka rajin bekerja dan tidak mengemis, apalagi menjual kemiskinan dan penderitaan. Dengan sekuat tenaga mereka menyekolahkan semua anaknya meski pemerintah mendiskriminasi mereka dalam memberikan bantuan untuk orang miskin.

Heresi dan Hilangnya Toleransi
Ramadan selalu ditekankan sebagai bulan toleransi dan kesadaran akan penderitaan orang lain.Tapi, sepertinya kesadaran itu tak berlaku terhadap mereka yang dituduh sesat atau heretik seperti jemaat Ahmadiyah. Pada tahun tahun lalu misalnya, meski semua orang miskin mendapat kiriman zakat, orang-orang di Transito dikecualikan.

Kebencian sebagian umat Islam terhadap Ahmadiyah sebegitu dalamnya, hingga orang semisal Abu Bakar Baasyir dan beberapa orang di Nusa Tenggara Barat menuduh orang Ahmadi lebih buruk dari PKI (Partai Komunis Indonesia). Jika mereka masih menaruh hormat kepada nonmuslim, terhadap Ahmadiyah rasa hormat itu sudah tidak ada lagi. Kebencian ini akan semakin terlihat ketika kita menyimak pernyataan dari Sobri Lubis yang menyebutkan bahwa darah orang Ahmadiyah bukan hanya “halal” (boleh dibunuh), tapi “holol” (berlipat-lipat kehalalannya).

Persamaan ibadah ritual, syahadat, dan kitab suci tidak bisa dijadikan titik yang mempertemukan kelompok garis keras dan Ahmadiyah. Sebaliknya, itu semua menjadi titik permusuhan dan dipakai oleh kelompok garis keras untuk menuduh bahwa Ahmadiyah telah menodai, membajak, dan membunuh Islam dari dalam. Dalam sosiologi heresi, persamaan itulah yang menjadi penyebab kebencian orang kepada mereka yang dituduh sesat jauh lebih sadis daripada kebencian kepada orang murtad atau orang kafir sekalipun.

Beberapa ulama di negeri ini tunduk kepada fatwa dari Saudi Arabia yang dikeluarkan oleh OKI (Organisasi Konperasi Islam) dan Rabita Alam Islami yang meminta umat Islam memutus hubungan sosial, ekonomi, dan politik dengan orang Ahmadiyah. Fatwa ini menyebabkan orang kehilangan toleransi dan perikemanusiaan terhadap anggota Ahmadiyah yang tinggal di Transito.

Ini juga yang menjadikan sebagian orang Islam tidak bisa membagikan kesadaran sosial puasa kepada Ahmadi, tak bisa membagi zakat mereka kepada pengikut Ahmadiyah yang miskin, tertindas, dan terusir. Semoga puasa kita total dan kemanusiaan kita total dan tidak pandang
 _bulu.Amin.

AHMAD NAJIB BURHANI
Kandidat Doktor di Universitas California-Santa Barbara; Peneliti LIPI
Architect and Property Designer
Pesona Merapi Kav. D26
Jalan Kapten Haryadi KM 1 Ngaglik
Jogjakarta 55581 INDONESIA