Meningkatnya kekerasan dan intoleransi yang mengatas-namakan agama menjadi tantangan serius keberagaman, momentum 2 tahun wafatnya Gus Dur merupakan ruang untuk membangun komitmen dan konsolidasi masyarakat sipil untuk perdamaian Indonesia.
DI WONOSOBO :
KOMUNITAS LINTAS IMAN GELAR REFLEKSI 2 TAHUN WAFATNYA GUS DUR DAN DO’A BERSAMA PADA MALAM PERGANTIAN TAHUN
Laporan : Sajid Ahmad Sutikno
Wonosobo, Sabtu (31/12/2011) ditengah hujan yang menyelimuti malam pergatian tahun 2011 – 2012, Komunitas Lintas Iman Wonosobo menggelar refleksi dua tahun wafatnya Gus Dur dan do’a bersama di kantor sekretariat FKMD. Acara yang dimulai pukul 20.30 WIB tersebut diikuti oleh para tokoh agama se-Kabupaten wonosobo, PMII, seniman, komunitas Orang Indonesia (OI), dan Jema’at Ahmadiyah.
Mengawali pertemuan tersebut, koordinator acara, ketua FUB Haqqi El-Anshary menyampaikan cacatan rentang waktu tahun 2011. Banyak kejadian pelanggaran hokum dan HAM mewarnai negri ini, seperti insiden GKI Yasmin, kemudian baru-baru ini di bulan Desember telah terjadi tragedy kemanusiaan, tindak kekerasan terhadap teman-teman Syi’ah di Madura. Kemudian yang paling terdepan dan paling sering mendapat tindak intimidasi dan kekerasan adalah saudara kita dari Jema’at Ahmadiyah.
Haqqi Al-Anshary juga menambahan, bahwa acara itu diadakan untuk mengenang perjuangan almarhum Gus Dur dalam menyebarkan nilai-nilai pluralism di Indonesia semasa hidupnya. Gus Dur merupakan Bapak Bangsa dan Bapak Pluralisme di Indonesia yang harus dikenang agar semangat juangnya dapat diikuti oleh generasi penerus.
Kyai Ahmad Fadlun, Ketua FKMD, mengungkapkan bahwa realitas keberagaman di Indonesia masih jauh dari ajaran pluralism yang yang dikembangkan Gus Dur. Kekerasan berbau agama masih mewarnai kehidupan bangsa. Karena itu, beliau mengatakan, gerakan pluralism harus digalakkan, yakni mengajak semua elemen masyarakat untuk duduk bersama membangun kesepahaman tentang kehidupan bangsa yang lebih baik. “Refleksi dua tahun wafatnya Gus Dur dan malam pergantian tahun ini semoga menjadi awal yang baik untuk membangun kehidupan bangsa”.
Kyai Fadlum juga mengatakan bahwa FKMD adalah wadah semua kalangan Islam maupun non-Islam, karena ia merupakan lembaga agama dan keagamaan. Dalam menggodok kurikulum madrasah diniyah, TPA, dll ksmi sksn melibatkan semua elemen, termasuk Jema’at Ahmadiyah, dan hal ini sudah disetujuii Bapak Bupati. Soal Ahmadiyah, pernah ada SMS gelap kepada saya agar dalam pertemuan-pertemuan formal jangan sebut-sebut nama Ahmadiyah, karena Ahmadiyah kan sesat. Saya degan gregetan langsung telpon dan bertanya, siapa anda, rumah anda dimana, saya akan dating ke rumah anda sekarang juga. Tujuan saya mejelaskan agar tidak ribu-ribut jika tidak faham Ahmadiyah, kan sudah jelas bahwa Ahmadiyah itu Islam. Kita akan terus sosialisasikan hingga ke grass root pentingnnya hidup rukun, saling menghormati, dan tidak usah urusi perbedaan faham, tambahnya.
Penasehat Walubi Wonosobo, Lukito, juga mengemukakan pendapatnya, bahwa pihaknya menutuk segala benuk kekerasan dalam berkehidupan bangsa dan bernegara yang selama ini ada. Kekerasan hanya aan melahirkan maslah baru yang akan mengancam integritas bangsa. Karena itu, pluralism sebagaimana yang diajarkan Gus Dur harus dikembangkan terutama dikalangan generasi muda.
Suster Tutut menambahkan, segala bentuk perbedaan harus dimaknai sebagai nikmat dan karunia Tuhan, sehingga tidak menimbulkan gejolak social. “Beda itu indah, tetapi membedakan itu jahat” tandasnya.
Perwakilan Jema’at Ahmadiyah pun dapat giliran menyampaikan catatan di tahun 2011. “Bagi JAI tahun 2011 merupakan tahun paling berat hadapi permaslahan hukum, tercatat 342 lebih kasus kekerasan dialami Ahmadiyah. Belum lagi bermunculan perda-perda pelarangan yang semakin mendiskriminasikan JAI. Lebih diperparah lagi dengan adanya tragedy Cikeusik berdarah dan memakan 3 korban warga Ahmadiyah. Jauh dari rasa keadilan, pelaku pembunuhan hanya dihukum 3-6 bulan, sedangkan korban JAI justru lebih berat. Belum lagi warga Ahmadiyah, yang sampai mala mini jelang pergantian tahun baru masih juga hidup di pengungsian Transito, tidak ada solusi terbaik dari Pemerintah, bahkan terkesan ada pembiaran. Tapi biarlah warga Ahmadiyah menjadi bukti sejarah dan saksi, begitu lemahnya huku dan perlindungan Negara terhadap warganya di tahun 2011, sehingga ada ratusan anak bangsa sampai hari ini menjadi pengungsi di negrinya sendiri hanya karea keyakinan yang dianutnya.
Untuk itu mari kita tauladani seoran Gus Dur sebagai Bapak Pluralisme Indonesia, Semasa hidupya Gus Dur mengajarkan, demngan hadirnya beragam agama dan keyainan menunjukkan bahwa inilah Indonesia. Wajah asli Indonesia adalah keberagaman, ke bhinekaan, wajah yang membentuk pularisme yang mengedepankan nilai kebersamaan dan kedamaian.
Kami ingin mengulang pesan Bapak Bupati Wonosobo, bahwa “Kita jangan menghabiskan energy berkutik dalam ranah perbedaan paham saja, dan melupakan tujuan lainnya yang lebih besar dan bermanfa’at. Untuk itu, kata beliau, mari semua kalangan, para tokoh agama, tokoh ormas termasuk para tokoh Jema’at Ahmadiyah, kitab lupakan perbedaan, dan mari kita lebih majukan Wonosobo bersama-sama.” (Hadirin tepuk tangan). Selain itu mari kita selalu amalkan pesan “Love For All Hatred For None”, inilah selogan Ahmadiyah di seluruh dunia dalam menyampaikan Islam dan kedamaian dunia. Mari terus kita rawat kedamaian dan kerukunan di Indonesia kescil seperti Wonosobo ini. Semoga kerukunan dan keharmonisan di Wonosobo mampu menjadi sample bagi daerah lainnya di Indonesia, yang selalu menjunjung tinggi toleransi, keberagaman dan kebebasan beragama dan berkeyaikinan.
Pada sesi akhir acara, disampaikan, agar acara FUB yang sudah berjalan itu diadakan di banyak tempat, hingga menyentuh masyarakat desa se-Kabupaten Wonosobo sebagai sarana penyampai pesan kedamaian, agar tetap terpelihara hidup damai dan harmonis, tidak sampai ada gejolak. Hadirin semua sepakat akan diadakan bergilir tiap bulannya pada minggu kedua di banyak komunitas se-Wonosobo, termasuk komunitas Ahmadiyah. Acara pun diakhiri dengan do’a bersama, dengan tata-cara masing-masing perwakilan tokoh lintas agama, dimulai dari Suster Sisca (Perwakilan Katolik), Bapak Lukito (Perwakilan dari Walubi), kemudian dari agama Islam dipimpin dua tokoh agama secara bergantian; pertama dari Jema’at Ahmadiyah oleh Muballighnya, dan kedua adalah dari perwakilan Nahdhatul Ulama, Kyai Imdad, S. Ag. (wzindegi-ina/ns/13/01/12).
DI YOGYAKARTA :
JOGJA BERAGAM CLUB, SELENGGARAKAN SARESEHAN MEMPERINGATI 2 TAHUN WAFATNYA GUS DUR
Laporan : Abu Anis
H. Suhadi, menyampaikan refleksinya mewakili Ahmadiyah
“Tantangan Kerukunan Umat Beragama di 2012” menjadi tema utama yang diangkat pada sebuah Saresehan yang digelar Lembaga Studi Islam dan Politik dan Lingkar Muda yang tergabung dalam Jogja Beragam Club, Kamis 12 Januari 2012 di Angkringan Pendopo Dalem, Ngasem Yogyakarta, dengan pokok bahasan keberagaman, peran dan tanggung jawab negara.
Selain mengenang kembali gagasan-gagasan Gus Dur, sekaligus juga mempertemukan wacana-wacana keberagaman menurut negara, yang tertuang dalam RUU KUB. Kegiatan ini sebagai bentuk partisipasi warga bangsa yang peduli dan prihatin dengan situasi kehidupan yang belakangan rentan terhadap kekerasan, intoleransi dan eksklusifisme dalam hal kerukunan umat beragama.
Indonesia merupakan negara majemuk yang terdiri dari berbagai suku bangsa, agama maupun aliran kepercayaan maupun keyakinan dan telah bersepakat membentuk sebuah negara yakni Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kemajemukan merupakan kekayaan yang harus dipelihara. Negara berkewajiban dan bertanggungjawab untuk melindungi dan menghormati setiap unsur-unsur pembentuk kemajemukan, termasuk di dalamnya kebebasan beribadah, beragama dan berkeyakinan sebagai Hak Asasi Manusia yang fundamental.
Tetapi kenyataan menunjukkan hal lain, negara seringkali tidak konsisten memberikan perlindungan dan penghormatan terhadap hak atas kebebasan beribadah, beragama dan berkeyakinan bagi warganya. Hal ini dapat dilihat dari eskalasi penutupan, penyegelan dan penyerangan terhadap rumah ibadah yang dilakukan oleh negara dan non-negara, yang disebut dengan kelompok vigilante (kelompok yang melakukan kekerasan dengan mengambil alih fungsi penegakan hukum).
K.H. Abdurahman Wahid atau yang lebih dikenal dengan sebutan Gus Dur, semasa hidupnya telah menjadi tokoh perjuangan keberagaman di tingkat nasional maupun internasional. Gagasan-gagasannya tentang keberagaman telah menginspirasi banyak orang untuk terus mengupayakan kehidupan bersama yang lebih toleran, inklusif dan nir-kekerasan, terutama dalam hal kehidupan umat beragama di Indonesia. Saat ini gagasan-gagasan tersebut masih relevan untuk terus disosialisasikan dan dikembangkan di Indonesia untuk memperbaiki tatanan kehidupan yang lebih damai dan berkeadilan.
Sekitar 100 orang hadir dalam acara ini sebagai perwakilan dari berbagai Lembaga Agama, termasuk 5 orang wakil dari Jema’at Ahmadiyah Yogyakarta, lalu tokoh-tokoh masyarakat yang memiliki kepedulian dan keterlibatan terhadap upaya mewujudkan kehidupan masyarakat damai, terutama yang terkait dengan kerukunan beragama, Pemerintah, Pegiat perdamaian, HAM dan Pluralisme, Gerakan Mahasiswa, Non Government Organization, Media Cetak dan Elektronik. (msr/ns/13/01/12).
Diposkan oleh arhyogya di 16:30 0 komentar
Kak Seto dan Putri GusDur Obati Trauma di Kampung Ahmadiyah
Ditengah kerumunan Anak-anak Ahmadi korban penyerangan sekelompok masa terhadap kampung Ahmadiyah, Kak Seto dan Inayah Wahid-Putri GusDur berbagi keceriaan.
Jumat dini hari awal Oktober 2010, sekelompok masa tiba tiba mendatangi perkampungan warga Ahmadiyah didesa Cisalada Ciampea Bogor Jawabarat. Mereka semena-mena melakukan tindak anarkis tanpa ada perlawanan . Mereka mengobrak abrik kampung, dengan membakar satu masjid, satu unit mobil, dan motor, serta empat rumah warga setempat.
Serangan mendadak ini terpaksa membuat penghuni pemukiman Ahmadiyah ini melarikan diri. Mengetahui kejadian ini 250 personil dari DALMAS, Polsek, Brimob, gabungan dibantu sejumlah anggota TNI langsung diterjunkan ke lokasi untuk melakukan pengamanan.
Untuk menghindari amuk masa petugas kepolisian mengevakuasi dan melokalisir warga Ahmadiyah ketempat aman. Dari dasar penyelidikan sementara polisi menyimpulkan, aksi anarkis ini dilakukan warga kampung Salasa dan warga sekitar.
Kemarahan warga ini dipicu adanya isu dua warga kampung kebon kopi yang mengalami luka-luka lantaran perbuatan seorang warga Ahmadiyah Cisalada. Isu yang belum jelas ini terlanjur melahirkan tindak kekerasan sekelompok warga di Bogor. Namun hal itu tak membuat warga Ahmadiyah di Kuningan resah. Aktivitas warga Ahmadiyah di desa Manislor Kuningan Jawabarat tetap berjalan normal. Meski begitu petugas keamanan setempat tetap menyiagakan belasan personilnya. Mereka berjaga jaga dipintu masuk desa Manislor. Dari Bogor dan Kuningan tim liputan METRO TV melaporkan! Minggu pagi 3 Oktober 2010.
APAKAH TUHAN ADA
Adalah hal yang terpuji dalam Islam untuk membaca seluruh AlQuran luar kepala . Banyak orang yang memulai melakukanya tetapi hanya sedikit yang berhasil menghapalnya karena AlQuran terdiri atas 114 bab dan 6666 ayat . Jadi hal itu adalah tugas berat. Banyak orang muslim sekarang memandang hanya menghapal AlQuran tidaklah cukup . Yang penting adalah memahami wahyu Ilahi .
Tahir diperitahkan menghapal AlQuran, tetapi sejak awal tampak jelas bahwa tugas itu adalah tugas yang takkan pernah diselesaikannya. Yang lebih menarik bagi Tahir adalah maksud kata-kata dalam AlQuran. Ia mananyai guru-gurunya, kakak-kakaknya, Ia juga menanyai Khalifah. Ia tertarik mepelajari AlQuran dengan tekun. Ini adalah disiplin yang dipertahankannya selama hidupnya.
Setiap hari ia belajar sebagian AlQuran. Ia juga mepelajari ajaran- ajaran Muhammad yang termasuk dalam daftar hadist serta sunnah Rasululah.Tentunya ia juga sembahyang lima kali sehari dan secara pribadi didalam kamarnya diam-diam sebagaimana diajarkan oleh Islam. Doa merupakan bagian terpenting dalam kehidupan anak-anak khlifah.
Suatu ketika, saat kembali dengan keluarga ke Qadain, Khalifah menemukan bahwa bahan bakar mobil menunjukan angka nol. Mereka lupa mengisi tanki, saat itu mereka sudah setengah jalan pulang dan tidak ada pompa bensin sampai mereka mencapai Qadian “Doakan agar kita sampai di Qadian“, kata Khalifah. “kalau kita sampai saya akan menghadiahkan kepada yang doanya terkabul dua gallon bensin dan mereka boleh memakai mobil”.
Mungkin hal itu diucapkan sebagai lelucon setengah serius sehingga saudara-saudara laki-laki dan saudara-saudara perempuan beliau tidak melakukan apa-apa. Tetapi ketika mereka hampir sampai diQadian dan Tahir berseru “Saya sudah berdoa”. Saya sudah berdoa sejak ayah minta”.
Khalifah memenuhi janji beliau dan Tahir memakai mobil serta dua galon bensin untuk pergi piknik.
Namun ketika ia berusia 14 tahun mulai ada keraguan yang memasuki dirinya. Pada saat itu meskipun ia tertarik pada pelajaran-pelajaran sains, ia masih menjadi juru kunci dalam hampir semua pelajarannya, termasuk sains. Namun ia mulai melakukan eksperimen-eksperimen sains secara pribadi yang sama sekali tidak berhubungan dengan kurikulum sekolah.
Ia juga sudah menemukan perpustakaan ayahnya. Didalamnya ada buku-buku yang membahas Teori Evolusi Darwin, berbagai buku pegangan biologi, dan tulisan-tulisan karya Freud. “Saya belum cukup umur untuk memahami buku-buku itu sepenuhnya, tapi mereka memberikan pengaruh umum, semacam pengaruh samar-samar terhadap pikiran saya. Saya mulai bertanya-tanya : Apakah Tuhan ada ?”
Ia sering jatuh tertidur dengan sebuah buku ditangannya mungkin membaca yang terus menerus inilah yang menimbulkan sakit kepala yang sekarang mulai dideritanya.
Tetapi yang mengganggunya, beliau mengenang, adalah kenyataan bahwa Islam didirikan atas dasar keimanan pada Tuhan. Jika tidak mempunyai dasar maka agama hanyalah merupakan diskusi akademik dan latihan mental – tak lebih. Nilai-nilai perbandingan hanya dapat menjadi nilai-nilai perbandingan.
“Itulah masalah pertama yang saya hadapi pada tahapan hidup itu, dan kesadaran bahwa saya sebenarnya mempertanyakan keberadaan Tuhan mengguncang saya. Dalam satu segi saya kira saya takut”.
“Saya ingin yakin. Dan saya tidak bisa yakin hanya dengan membaca buku-buku. Saya menginginkan cara langsung.”
Ia mulai menyelidiki kemungkinan-kemungkinan adanya Tuhan atas dasar logika. “Saya pikir saya seorang yang logis secara bawaan – hal itu terbentuk dalam diri saya – jadi saya menelaah masalah kemungkinan *** dari adanya Tuhan. Ketika mempelajari itu saya mulai menyadari bahwa pada tahapan-tahapan kesadaran yang berbeda ada gap – sama seperti adanya gap antara kesadaran makhluk yang lebih rendah dan kesadaran manusia.
“Secara sederhana, manusia sadar akan keberadaan, misalnya, semut, tetapi semut tidak sadar keberadaan manusia. Jadi jika ada jarak antara semut dan manusia maka tentu saja ada jarak yang lebih besar antara manusia dan Tuhan. Jadi saya memecahkan permasalahan pertama saya melalui kerendahan diri.”
Setelah Tahir menyadari keterbatasannya ia beralih pada doa langsung. ”Saat itu merupakan masa paling berat dalam hidup saya dan saya menderita. Untuk mempercayai sesuatu dan mendasarkan seluruh falsafah hidup kita pada sesuatu itu, yang sangat jauh sepanjang hal itu berkaitan dengan keberadaan yang terlihat – merupakan tantangan yang mencemplungkan saya dalam kepedihan. Saya menderita sangat dalam”.
“Saya yakin bahwa secara teoritis Tuhan dapat ada. Tetapi apakah Dia masih ada ? Dan seandainya dia ada, maukah Dia memperlihatkan diriNya pada saya ?”
Kadang-kadang ia datang ke Mesjid dan sembahyang berjam-jam sendirian. Kadang-kadang dikamarnya ia sendirian sepanjang malam.
“Saya berdoa pada Tuhan : ‘Jika engkau ada, maka saya sedang mencarimu. Beritahu saya bahwa engkau ada atau saya akan tersesat dan dan tak dianggap bertanggung jawab. Mungkin saya bertanggung jawab, doa saya, tapi saya kira saya tak seharusnya dianggap bertanggung jawab.”
Kemudian, suatu sore, ia mengalami suatu peristiwa yang memberi pemecahan baginya untuk selamanya mengenai masalah keberadaan Tuhan. Pengalaman itu, katanya, tidak dapat dipandang secara obyektif sebagai bukti kuat keberadaan Tuhan, tetapi ia yakin bahwa hal itu merupakan jawaban Tuhan.
“Saya dalam keadaan setengah sadar- antara sebuah mimpi dan alam nyata.Saya melihat seluruh bumi mengumpul menjadi satu bola. Tidak ada ciptaan dalam bentuk apapun terlihat- tidak ada kehidupan, tidak ada kota-kota, tak sesuatupun- hanya bumi. Kemudian saya melihat partikel-partikel bumi bergetar dan pecah membentuk slogan: TUHAN KAMI! Setiap partikel menyatakan sebab keberadaannya.
Seluruh dunia dibanjiri cahaya aneh dan setiap atom bumi mulai mengalun dan berkontraksi dalam irama. Saya menemukan diri saya mengulangi kata-kata: TUHAN KAMI!.”
Ketika kembali ke kesadaran penuh ia masih dapat melihat kejadian itu. Setelah itu ia tidak pernah punya keraguan lagi.
Pada bulan Mei 1990 seorang ahli fisika ruang angkasa menguraikan idenya tentang bagaimana bumi bermula yang anehnya sangat mirip dengan pengalaman Tahir. (Sekitar 48 tahun sebelumnya- saat usia Tahir 14 tahun: a.hafaseham.)
Ia tidak percaya bahwa setiap orang akan mengalami peristiwa ghaib yang sama untuk membuktikan keberadaan Tuhan. “Tuhan memperlihatkan dirinya kepada setiap orang sesuai dengan kemampuan mereka untuk melihatnya. Tuhan bersifat universal dan batas-batas kelemahan manusialah yang menentukan bagaimana pengalaman manusia itu dengan Tuhan.”
Jauh dikemudian hari ketika beliau menjadi Khalifah, beliau berkata: “Selain dalam sembahyang-sembahyang yang biasa, AlQur’an menganjurkan orang-orang yang beriman untuk mengingat Tuhan siang dan malam dan mengingat Dia dalam pengalaman-pengalaman mereka sehari-hari, penderitaan mereka, atau ketidak -bahagian mereka. Saat itulah yang paling memberi hasil kepada saya karena saya belajar berdoa pada saat-saat bahagia dan kesadaran emosional saya tentang perubahan.
“Ayah saya-lah alat yang meletakan saya ke jalan itu. Meskipun beliau adalah Ketua Jemaat dan beliau merupakan orang yang didatangi orang dengan permohonan doa, pada masa-masa sukar beliau akan meminta anak-anak beliau untuk berdoa, mendoakan bantuan untuk beliau atau mendoakan bantuan bagi Jemaat.”
Tahir kemudian mengalami pengalaman lebih lanjut tentang keberadaan Tuhan melalui kenyataan bahwa sekarang Tuhan mengabulkan doa-doanya.
“Bahkan sebagai anak-anak saya biasa berdoa dan melihat doa-doa saya dikabulkan. Dulu saya memandang kemungkinan itu sebagai fenomena psikologis, tetapi setelah bukti keberadaan Tuhan diperlihatakan kepada saya, peristiwa-peristiwa terkabulnya doa-doa saya menjadi lebih jelas sehingga mustahil tak terlihat. Hal-hal yang bersifat kebetulan tak berperan dalam pengabulan ini. Bukti pendukung ini terus berkembang menjadi lebih kuat sepanjang hidup saya dan akhirnya saya menerima wahyu langsung dari Tuhan.”