Profil

Abdus Salam  Fisikawan Muslim Pertama  Peraih Nobel
Penciptaan fisika merupakan warisan bersama
seluruh umat manusia. Timur dan Barat, Utara dan Selatan,
semua mempunyai saham yang sama di dalamnya.”

Kata-kata ini dinyatakan Abdus Salam, seorang peraih nobel fisika di depan peserta Simposium Universitas PBB, Kuwait, 1981. Ia menyampaikan hal ini untuk mengingatkan penduduk negara dunia ketiga yang merasa kalah bersaing di dunia ilmu pengetahuan karena kekurangan kesempatan dan sumberdaya.

Fisikawan besar ini memang dikenal sangat peduli pada upaya memajukan sains terutama di negara-negara berkembang. Kepeduliannya itu sangat mungkin dilatarbelakangi pengalaman pahitnya menggeluti dunia sains di negerinya sendiri.

Abdus Salam dilahirkan di Jhang, Pakistan, tanggal 29 Januari 1926. Meskipun orangtuanya bukanlah ilmuwan hebat, namun keluarganya memiliki tradisi pendidikan yang cukup kuat. Ayahnya adalah pegawai departemen pendidikan di daerah pertanian miskin. Pada usia 14 tahun, Salam sudah memperlihatkan bakat istimewanya di bidang sains.

Ia memecahkan rekor nilai tertinggi untuk ujian matrikulasi di Universitas Punjab. Beasiswa demi beasiswapun diraihnya. Setelah kuliah di Universitas Punjab, Salam meneruskan studinya ke St. John's College,Inggris dan meraih gelar BA sekaligus untuk matematika dan fisika pada 1949.

Hanya setahun berselang, Salam memenangkan Smith’s Prize di University ofCambrigde untuk kontribusi pra-doktornya di bidang fisika yang dinilai bermutu tinggi. Pada usia 26 tahun, ia menerima gelar PhD untuk fisika teori dari universitas yang sama. Tesisnya yang dipublikasikan tahun 1951 tentang elektrodinamika kuantum telah membuatnya terkenal dan memiliki reputasi internasional.

Meskipun telah mendapat tawaran mengajar dan riset dari almamaternya, Salam memilih pulang ke tanah airnya. Pemerintah Pakistan lalu mengangkat pemuda dari keluarga menengah ke bawah ini sebagai Profesor di Government College, Lahore. Ia juga diangkat sebagai Kepala Departemen Matematika Universitas Punjab.

Namun malangnya di negeri tercintanya itu, Salam justru tidak menemukan tradisi riset dan dukungan yang memadai, tidak ada jurnal juga kesempatan menghadiri konferensi ilmiah. Bahkan ia disarankan pimpinannya untuk melupakan riset-risetnya. Setelah bertahan di Lahore selama tiga tahun, ia tersudut pada pilihan dilematis: fisika atau Pakistan. Akhirnya Salam memutuskan kembali ke Inggris.

Tahun 1957 ia menjadi Professor di Imperial College, suatu universitas yang sangat terkenal di Inggris. Di sana prestasinya tidak terbendung lagi. Ratusan publikasi hasil riset dan buah pemikirannya senantiasa mengundang penghargaan serta kepercayaan menduduki jabatan tinggi di berbagai institusi. Di PBB, Salam dipercaya sebagai sekretaris jenderal bidang sains untuk konferensi penggunaan damai energi atom, Jenewa (1955 dan 1958), serta pimpinan komisi penasehat bidang sains dan teknologi (1971-72). Untuk negerinya, penerima gelar Doktor Sains Honoris Causa dari puluhan lembaga ilmiah di seluruh dunia ini mengabdikan diri di bidang pendidikan, energi atom dan ruang angkasa. Dia juga ditunjuk menjadi penasehat presiden untuk bidang sains (1961-74).

Pada tahun 1979, nama Abdus Salam tercatat dalam sejarah perkembangan ilmu fisika dunia. Ia bersama Steven Weinberg dan Sheldon Glashow dianugerahi Nobel Fisika untuk kontribusinya dalam menyatukan gaya elektromagnetik dan gaya nuklir lemah. Teori yang dinamakan elektrolemah (electroweak) menjadi suatupijakan pengembangan teori penyatuan maha agung (grand unification theory) yang berusaha menyatukan kedua gaya ini dengan gaya inti (gaya kuat).

Sekarang teori yang dikembangkan Abdus Salam ini menjadi inti penting dalam pengembangan model standar (stardard model) fisika partikel. Kesahihan teori Abdus Salam ini sudah diuji pada Superprotosynchrotron di CERN Geneva yang telah memimpin pada penemuan partikel W dan Z.

Reputasinya yang kian melambung ternyata tidak membuat Salam lalai untuk tetap berjuang mencari jalan agar orang-orang seperti dirinya yang berasal dari dunia ketiga tidak kehilangan peluang besar menjadi ilmuwan peringkat puncak.

Bersama kolega-kolega Eropa dan Amerikanya, serta atas bantuan PBB khususnya Lembaga Energi Atom Internasional, pada tahun 1964, berdirilah ICPT (International Centerfor Theoritical Physics) di Trieste, Italia.

Pendirian lembaga yang kemudian secara reguler dikunjungi para ilmuwan dari 50-an negara berkembang ini menurut Herwing Schopper, presiden masyarakat Fisika Eropa, merupakan sumbangan sangat besar bagi komunitas fisikawan. Selama 30 tahun, ICTP telah dikunjungi oleh 60.000 ilmuwan dari 150 negara. Selain itu,juga mendirikan dan menjadi presiden The Third World Academy of Sciences dan presiden pertama The Third World Network of Scientific Organization.

Siapapun yang menyimak upayanya yang tak kenal lelah dalam riset fisika dan pengembangan tradisi ilmiah di negara berkembang rasanya setuju dengan apa yang pernah ditulis majalah sains internasional, New Scientist, edisi 26 Agustus 1976, “Dunia merugi karena Abdus Salam hanya dapat hidup sekali.” (Yohanes Surya).
Profil  Ahmadi Pertama Cabang Talangpadang
Nama Lengkap  : Ibrahim Latif
Lahir di Talang Padang pada tahun 1935, Beliau ini sebelum masuk dalam Jemaat Ahmadiyah, perannya di Talangpadang memang sangat kental dengan keagamaan serta selalu jadi panutan masyarakat.

Beliau diperkenalkan dengan jemaat Ahmadiyah pada tahun 1993-1994 lantaran bertemu dengan Kakaknya di Jawa Timur yang telah lebih dulu masuk Jemaat Ahmadiyah. Kemudian setelah Beliau berada di lampung dan memberitahukan sanak saudaranya akan hal Kebenaran ini maka berselang itu pula pada tahun 1995 Beliau Bai'at , kemudian keluarga dan sanak saudaranya pun ikut Bai'at dan Masuk Jemaat Ahmadiyah.

Cabang Jemaat Talangpadang sendiri terbentuk karena Beliau berhasil mengajak anak-anaknya serta saudara keluarga besarnya Masuk dan berkhidmat dalam Jemaat Allah ini.
Jemaat talangpadang Dibentuk dan di sahkan pada tahun 2000 dan Beliau ditunjuk sebagai Ketua Cabang.

Dalam usia Beliau yang tak lagi mampu untuk bekerja, Beliau sudah menjadi Musi dan Beliau masih memiliki semangat yang tinggi dalam Kemenangan Islam dan Ahmadiyah. Harapan Beliau untuk kedepan, agar Jemaat bisa semakin besar dan generasi penerus Ahmadi-Ahmadi siap serta dengan ketulusan dan pengorbanan bagi Jemaat dan Islam. (red/Tri)

Ir. Qoyum, Sang Pencerah
Judul diatas bukan isapan jempol. Ditahun 1990an, Perusahaan Listrik Negara (PLN) dilanda krisis, karena kemarau panjang. Sejumlah Waduk penting yang menggerakkan turbin PLN kering. Jika dalam satu minggu tak segera turun air dari langit, maka hampir dipastikan seluruh Jawa dan Bali terancam Mati Listrik.

Direktur PLN ketika itu, kebetulan cukup dekat mengenal Pak Qoyum, yang memang populer dikalangan aktivis Energi Nasional. Bahkan di sejumlah Negara Anggota OPEC, penghasil minyak dunia, putra Mln Abdul Wahid itu sering dijuluki Praktisi Energi yang religius. Pasalnya, setiap ada masalah disekitar urusan perminyakan dan Gas, yang tak mampu diatasi secara teknis, para kolega Pak Qoyum selalu minta agar dido’akan. Dan biasanya, setelah itu , sejumlah masalah menjadi beres.

Nah, berdasar pengalaman itu, Direktur PLN, dalam kesempatan kumpul-kumpul dengan sejumlah pejabat lainya, meminta agar Pak Qoyum berkenan mendo’akan, supaya kemarau segera berakhir, dan hujan memenuhi waduk-2 , untuk menggerakkan mesin PLN.
Dengan tenang Pak Qoyum menjawab, ya kalau minta do’a, buat lah surat secara resmi, karena saya kan harus secara resmi pula memohon do’a ke Imam saya. Maksutnya ke Huzur ke IV ra.- ketika itu.

Seperti biasa, singkat cerita, tak lama setelah surat permohonan dari Direktur PLN diterima, Pak Qoyum segera terbang ke London, untuk memohon do’a kepada Hazrat Mirza Taher Ahmad, Khalifatul Masih IV atba. Aktivitas mondar mandir ke London untuk mohon do’a di zaman Huzur ke IV ra, sudah nyaris tak terhitung bagi Pak Qoyum. Termasuk setiap saat ada gonjang-ganjing harga minyak OPEC yang mengancam perekonomian Indonesia, selalu Pak Qoyum kebagian tugas sowan Huzur IV ra untuk mohon do’a.

Kembali ke soal krisis PLN, setelah sowan Huzur IV ra, memohon doa, dan  tentu untuk banyak urusan yang lain pula, Pak Qoyum bergegas kembali ke tanah air. Menjelang  mendarat di Sukarno Hata, dari jendela pesawat Pak Qoyum melihat awan putih bergaris-garis dilangit Jakarta. Itu artinya, hujan benar-benar telah turun, dan selamatlah nasib Direktur PLN. Karena kalau tak turun hujan dan Jawa mati listrik, sang Direktur PLN bisa dipecat! 

Nah, disamping menyelamatkan nasib Direktur PLN, Pak Qoyum juga membuat cerah banyak fihak , yang kehidupanya sangat tergantung pada hidup ”Cerahnya” listrik Jawa Bali. Kisah ini dituturkan mantan Durut PGN, Ir.A.Qoyum, pada kesempatan daras subuh, saat I’tikaf di Masjid Nashr.
 
Beberapa  posisi Penting di arena Legislatip maupun Exskutip Indonesia, memang pernah dijabat oleh Ir.A.Qoyum SE. diantaranya : Sebagai Staf Ahli Menteri Pertambangan di Era Ordebaru, Anggota MPR RI dua Pereode, dan Direnktur Utama Perusahaan Gas Negara(PGN).  nks.-11/10/08 )


Zafarullah Khan
 
Chaudhry Sir Muhammad  Zafarullah Khan, KCSI (6 Februari 1893 - September 1, 1985) adalah seorang politikus Pakistan, diplomat, ahli hukum internasional, dan sarjana dari Komunitas Muslim Ahmadiyah, yang dikenal untuk mempersiapkan Resolusi Pakistan, [1] untuk representasi tentang Pakistan di PBB, dan melayani sebagai hakim di Mahkamah Internasional di Den Haag.

Putra dari pengacara terkemuka kota asalnya Sialkot, Zafarullah Khan belajar di Pemerintah, Lahore College dan menerima gelar LL.B. dari King College London, di 1914.He disebut Chaudhury karena milik untuk klan jat bergengsi Sahi yang memegang kekuasaan lebih dari Sialkot sejak zaman kuno. Dia praktek hukum di Sialkot dan Lahore, menjadi anggota Dewan Legislatif Punjab pada tahun 1926, dan merupakan delegasi pada tahun 1930, 1931, dan 1932 ke Konferensi Meja Bundar pada reformasi India di London, Inggris.

Pada 1931-1932 dia adalah presiden dari Liga Muslim, dan ia duduk di Dewan Eksekutif Raja Muda Inggris sebagai anggota Muslim 1935-1941.  

Dia memimpin delegasi India ke Liga Bangsa-Bangsa pada tahun 1939, dan 1941-1947 ia menjabat sebagai hakim Pengadilan Federal India.
Sebelum pembagian India di tahun 1947, Zafarullah Khan merancang Resolusi Pakistan dan disajikan pandangan Liga Muslim batas-batas masa depan Pakistan untuk Sir Cyril Radcliffe, orang yang ditunjuk untuk menentukan batas-batas antara India dan Pakistan.


Setelah kemerdekaan Pakistan, Zafarullah Khan menjadi menteri negara baru dari urusan luar negeri dan bertugas merangkap sebagai pemimpin delegasi Pakistan untuk PBB (1947-1954). Dari tahun 1954 sampai tahun 1961, ia menjabat sebagai anggota Mahkamah Internasional di Den Haag. [2] Ia kembali mewakili Pakistan di PBB (1961-1964) dan menjabat sebagai presiden Majelis Umum PBB pada tahun 1962 ke 1963. Kembali ke Mahkamah Internasional pada tahun 1964, ia menjabat sebagai presiden pengadilan 1970-1973. [3] Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/Muhammad_Zafarullah_Khan


Pak Cheema Yang Penuh Kharisma
H.Choudry Mahmud Ahmad Cheema HA. Sy, yang akrab dipanggil Pak Cheema, adalah Mubaligh asli Pakistan yang paling lama Menduduki Jabatan Tertinggi, dan rangkap pula, di struktur JAI. Pria Pendiam, namun ramah, tapi kadang terlalu tegas ini, menjabat Amir sekaligus Rais ut Tabligh JAI sejak tahun 1970-an, sampai  tahun 1990-an.

Bagi banyak aktivis Ansharullah yang pernah tinggal dan berkunjung di Jakarta atau Bogor-Parung, pasti memiliki berbagai kenangan yang indah, unik,menarik, bahkan lucu, yang sulit dilupakan. Betapa tidak, setiap bertemu dengan orang yang pernah dikenalnya, Pak Cheema akan selalu menyapa dengan ucapan bahasa Indonesia “khas” :  ‘TUAN ADA BAIK?’

Dilain kesempatan, kepada banyak orang, Pak Cheema sering  memberikan Uang, sebagai tanda terima kasih , atau simpati. Dan jika orang yang ingin diberinya uang, lama tidak dilihatnya, maka Pak Cheema akan menulis surat dalam secarik kertas, dan menyuruh Kurir untuk menyampaikan surat kealamat dimaksut-agar Pak Cheema bisa bertemu langsung, isi suratnya singkat saja, begini bunyinya : “TUAN BOLEH DATANG!”  Dan jika orang itu sudah datang menghadap Pak Cheema, langsung dari tangan Pak Cheema sendiri akan menyodorkan hadiah Uang tersebut, dan mempersilahkan orang itu  kembali ke tempatnya. Singkat saja, to the point!

Pada saat-saat tertentu, bahkan juga sering datang sejumlah Pengusaha Pakistan , baik Ahmadi , maupun non Ahmadi.  Mereka beberapa saat biasanya ngobrol di ruang Rais ut tabligh, setelah itu Pak Cheema akan dibawa keluar, naik kendaraan yang sudah disiapkan si tamu. Entah kemana. 

Yang jelas, ketika kembali ke Kantor Rais ut tabligh, biasanya, beberapa saat kemudian , Pak Cheema akan memanggil orang-orang yang disayanginya, dan membagikan sejumlah hadiah. Kadang malah disuruh ngambil sendiri dari kulkas, yang mulai kepenuhan  banyak makanan. Atau kotak, dan ruangan yang tampak menumpuk bingkisan.

Yang juga tidak kalah mengesankan, Pak Cheema akan selalu melayani, jika ada siapapun yang ingin berfoto bersama denganya.

Foto terlampir adalah, Pak Cheema diapit dua orang Athfal, sesaat sebelum  beliau mengambil cuti ke Pakistan sekitar tahun 1994-1995. Paling kiri-Faruq bin Qomarudin, ditengah Pak Cheema, dan yang paling kanan Hakin Nursandi. 

Jika pembaca memiliki foto, cerita, atau kenangan indah dengan Pak Cheema, Pak Lubis, Pak Lius, atau banyak tokoh sesepuh JAI lainnya, kirimkan ke Redaksi Via Email : suaraansharullah@gmail.com . (kk/uh/.hns)


Pengin Dengar Mubaligh JAI Main Senetron?

Ini bukan kabar bohong! Tahun 1988, menjelang perayaan Seabad Ahmadiyah Sedunia, Sekretaris Tarbiyat PB ketika itu- dr.A.Dahlan, menyetujui Proyek Produksi Senetron, dengan thema Tarbiyat Athfal Menuju KPA.
Shoting berlokasi di Tawangmangu, Yogyakarta, Salatiga, Bogor dan Jakarta. Bintang Utamanya, seorang Athfal- putra Pak Yasin- Ketua Cabang Salatiga, namanya Arif. Pemeran Pendamping , ada sejumlah Athfal, Anshar , LI dan Khuddam dari berbagai Cabang. 

Senetron ini memakan waktu shoting sekitar sebulan, dan editing tiga minggu. Dengan Peralatan yang masih sangat terbatas, dan anggaran yang Tahrik Jadid, toh akhirnya kerja sejumlah besar kru mampu menghasilkan  Tontonan menarik , berdurasi sekitar 2 jam. Agak terlalu panjang memang, karena biasanya senetron di TVRI hanya berdurasi 30 menit atau 45 menit. Belum ada RCTI dan TV Swasta lainya ketika itu,

Semua Pemeran dalam Senetron itu tidak mendapat honor, kecuali sekedar makan dan transport. Sementara Sutradara langsung dipercayakan kepada Azis Sumarlo SH (almarhum), khuddam Yogya yang sudah biasa menyutradarai Senetron di TVRI Yogyakarta.

Yang agak repot , ketika akan menampilkan peran Mubaligh. Soalnya, kalau bukan Mubaligh beneran dirasa kurang afdol. Tapi, kalau Mubaligh sungguhan, siapa yang Mau? Nah, ternyata Pak Mirajudin Shd, yang ketika itu masih bertugas sebagai Mubwil Yogya dan Jateng, tidak keberatan memerankan Mubaligh dalam Senetron tersebut.

Ada beberapa adegan yang harus diulang shotingnya, karena demam kamera masih melanda Mubaligh kelahiran Lenteng Agung - Jaksel itu. Tapi secara keseluruhan, penampilan Mln Mirajudin Shd, tidak dikritik oleh dr.Dahlan, yang menjadi team Q/C, sekaligus merangkap Produser. 

Kameramen dan Asisten Sutradara  dirangkap Kukuh. Sementara Produser Pelaksana dipercayakan kepada Drs Saefullah. Senetron itu beberapa kali diputar menjelang dan saat perayaan Seabad Ahmadiyah 1989, di Jakarta, Parung, Jateng dll , karena waktu itu  belum ada MTA.(kk/ Sf/mrj/arsp)


Murid Masih Mau’ud Menembus Istana Negara
Suaranya lirih, sikapnya teramat santun, pria berkacamata yang akrab dipanggil Pak Johan itu, lebih dikenal sementara orang - sebagai aktivis Lahore. Apapun keadaannya, Dr.Johan Efendy, tetap menjaga hubungan indahnya dengan Amir Rais ut Tabligh- H.MA Cheema Sy, semasa kantor PB JAI masih di Jakarta. Secara berkala Pak Johan mengunjungi Pak Cheema di Jl.Balikpapan- Jakarta, untuk membahas sejumlah isu Nasional maupun International.

Ketika reformasi bergulir di negeri ini, dan Gus Dur menjadi Presiden- Pak Johan sempat diminta duduk sebagai Menteri Sekretaris Negara. Saat suasana panas , akibat berbagai konflik SARA di Jakarta, pak Johan dan sejumlah aktivis Lintas Agama, secara routin menggelar diskusi diberbagai tempat. Ujungnya , tentu saja, untuk mencari solusi bagi Perdamaian Bangsa. 

Pandangan tentang pentingnya menjaga KeBhinekaan NKRI, membuat Pak Johan sering diundang oleh para aktivis Kebangsaan untuk menjadi Narasumber. Foto terlampir diabadikan Redaksi, saat Pak Johan tengah terlibat diskusi dengan sejumlah Tokoh Lintas Agama , yang juga dihadiri para Ahmadi.(jkt. nkhaes,08/10/11)


Kyai Pluralis Dengan 8-ribu Santri    
Ketika Markaz JAI diserang  para extrimis ditahun 2005, seorang Kyai Muda asal Maluku- tampil gigih dalam berbagai Talk Show di Jakarta, membela yang tertindas, dengan mengusung semangat Pluralitas.  Bersama para aktivis Muda Nahdatul Ulama, bekerjasama dengan sejumlah Kedubes Negara-2 Eropa, KH Syahroni A. AZ , panggilan Kyai Muda itu, bersuara lantang menentang anarkisme.

Sejumlah Media Elektronik Nasional bahkan membuat liputan khusus. Sayang- KH Syahroni juga masih punya “pe er” di pesantrenya sendiri - di Ambon, yang memiliki 8000 Santri, tapi juga menampung ribuan pengungsi Nasrani- korban konflik SARA di wilayah Maluku itu. Akibatnya, Sang Kyai Muda tak cukup waktu untuk sering tampil di Jakarta.

Menyuarakan keadilan dan kebenaran memang penuh resiko. Waktu, tenaga, beaya dan pikiran, kadang terforsir  untuk membela Kebinekaan Bangsa ini. Ironisnya, belum tentu para Pembela mendapat simpati, apalagi dukungan- bahkan dari yang Dibela sekalipun. 

Saatnya, semua komponen Bangsa bersatu dan saling mendukung, kepada siapapun yang masih peduli atas utuhnya NKRI, yang dilandasi semangat Bhineka Tunggal Ika ini. Yang ingin kontak, silahkan hubungi email Redaksi.


Bambang Nurseno, Pendeta Pluralis  Yang Fasih Baca Al Qur’an
Lelaki Jawa Lulusan Mesir dan sejumlah Paroki Timur Tengah ini, akrab dipanggil Mas Bambang. Pendeta muda yang gaul, mudah berteman dengan berbagai kalangan lintas agama, dan santun saat bicara, namun tegas ketika menentang diskriminasi antar agama.

Disaat tragedi menghantam pusat JAI - tahun 2005, Mas Bambang segera merapatkan barisan dengan para Pendeta, Bhiksu dan Kyai Muda, untuk menentang kelakuan dzalim para exstrimis.

Jika Gembala dari Kalangan Kristen Ortodox ini sudah tampil, dengan fasih ia akan menyitir ayat-2 sejumlah Kitab suci Agama-2, baik dalam Bahasa Arab,Inggris, Ibrani, Indonesia , Jawa dsb. Banyak hati hadirin yang segera tertaut pesona Pendeta Muda ini, terlebih jika Mas Bambang telah mengupas tentang “Sangkan Paraning Dumadi”.

Tidak peduli apapun agama seseorang, jika digiring ke persoalan Darimana dan Kemana manusia Datang dan akan Kemmbali, Mas Bambang akan segera mendapat aplaus , sebagai tanda setuju dan sependapat dari semua hadirin. Indonesia memang memerlukan banyak Rohaniwan Muda seperti Mas Bambang. 

Agamawan yang mampu mengupas tuntas Persamaan & Kebaikan berbagai Agama, tanpa menutupi perbedaaanya, namun saat yang sama memberi Solusi Bagi Perdamaian antar Pemeluknya, sungguh Fenomena indah Pemersatu Bangsa. Belakangan, Mas Bambang juga Akrab dengan kalangan muda Ahmadi, yang intens menjalisn diskusi. (kk/hd/gd)

MIRZA Muzaffar Ahmad
Profil Ahmadi Mantan Direktur Bank Dunia

Dalam seri kami, Forgotten Heroes, kami menyajikan profil kepribadian seperti yang telah jatuh korban kenangan ke tangan orang-orang membungkuk pada miswriting sejarah. M.M. Ahmad adalah salah satu dari kepribadian seperti itu. Seluruh generasi tumbuh menyaksikan tanda tangan nya terukir dalam mata uang-tagihan di Pakistan. Tak terhitung akan berterima Shahid Javed Burki untuk melestarikan sejarah.

MIRZA Muzaffar Ahmad - yang dikenal sebagian besar sebagai MM [atau, MM Ahmad] kepada teman-temannya dan pengagum - meninggal di sebuah rumah sakit di Washington pinggiran kota pada 22 Juli. Dia telah sakit selama beberapa bulan bukan karena penyakit. Dia hanya terbebani oleh usia dan oleh perhatian-Nya untuk Pakistan, sebuah negara sangat ia kasihi dan pelayanan yang mengabdikan seluruh hidupnya dan sangat produktif.

MM lahir pada tanggal 28 Februari 1913, di Qadian, India. Ia dididik pertama di Pemerintah College, Lahore, dan kemudian di Inggris London dan Universitas Oxford. Dia bergabung di Indian Civil Service - ICS - pada tahun 1939. , 1939 "batch" adalah orang terakhir yang direkrut oleh Inggris ke layanan administrasi utama. Dengan merekrut India ke ICS, Inggris bertujuan untuk "Indianize" struktur administratif yang dianggap sebagai "rangka baja" dalam kekuasaan mereka di India. Proses "Indianisasi" terganggu oleh Perang Dunia Kedua. Ketika kembali setelah perang usai itu mengambil bentuk yang berbeda sejak ICS dibuka untuk personel layanan lainnya.
ICS dibubarkan pada tahun 1947 ketika Inggris meninggalkan India. Anggotanya diundang untuk memilih layanan di salah satu dari dua negara pengganti - untuk melayani baik di India, sebuah negara beragama Hindu, atau untuk pergi ke Pakistan, sebuah negara yang diukir khusus untuk warga Muslim India. Delapan puluh satu ICS petugas, termasuk MM Ahmad, memilih untuk layanan di Pakistan. Mereka yang memilih untuk datang ke Pakistan membentuk inti dari layanan pusat baru awalnya disebut Layanan Administrasi Pakistan. Kemudian, PAS dinamai kembali sebagai Pegawai Negeri Sipil Pakistan, CSP.

Sebagian dari kontingen pegawai negeri yang sangat mampu dan terlatih yang memilih untuk layanan di Pakistan adalah untuk memainkan peran penting dalam mendirikan negara Pakistan. Kebanyakan dari mereka pergi ke Karachi, ibukota pertama negara itu. MM malah memilih pergi ke Lahore, ibukota Punjab bagian yang melekat ke Pakistan. Diantara posisi MM diselenggarakan di Lahore adalah sekretaris keuangan. Kemudian, ia pergi ke Islamabad, ibukota Pakistan kedua, di mana ia menjabat di sejumlah posisi senior, termasuk sekretaris perdagangan, sekretaris keuangan, dan wakil ketua Komisi Perencanaan. Ketika Jenderal Yahya Khan digulingkan Presiden Ayub Khan dan ditempatkan di bawah hukum militer Pakistan, MM diangkat menjadi penasihat untuk presiden baru dan diberi pangkat menteri federal.
MM menjabat dalam kapasitas itu sampai pecahnya perang saudara antara Timur dan Pakistan Barat. Ia pergi ke Washington segera setelah peristiwa naas itu dan bergabung dengan dewan Bank Dunia sebagai direktur eksekutif yang bertanggung jawab untuk Pakistan dan sejumlah negara Muslim lainnya. Pakistan kehilangan kursi pada papan Bank saat Bangladesh menjadi independen dan memutuskan untuk bergabung dengan konstituen yang dipimpin oleh India. MM tetap tinggal di Washington dan terpilih wakil sekretaris eksekutif komite menteri bersama Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional, lebih dikenal sebagai Komite Pembangunan. Dia pensiun dari posisi bahwa pada tahun 1984.

Aku harus tahu Ahmad MM dengan baik selama bertahun-tahun. Meskipun saya adalah 21 tahun lebih muda dalam CSP, saya memiliki kesempatan untuk bekerja dengan dia beberapa kali. Pertama kali saya datang di kontak dekat dengan dia adalah pada tahun 1969 ketika pemerintah darurat militer Jenderal Yahya Khan memutuskan untuk membatalkan "Satu Unit" Pakistan Barat. Ini adalah keputusan penting, impor penuh yang tidak diakui oleh pemerintah militer.

Penciptaan "Unit Salah satu" Barat Pakistan adalah bagian dari keseimbangan antara kekuatan-kekuatan politik yang mendominasi Pakistan setelah negara itu mencapai kemerdekaan. Tugas pembuatan konstitusi telah dibuat sulit oleh para pemimpin Pakistan Barat - terutama mereka yang termasuk ke Punjab - yang tidak siap untuk menerima pengaturan apapun pada pembagian kekuasaan antara pemerintah federal dan provinsi yang akan membuat Pakistan Timur yang dominan kekuatan dalam struktur politik negara. Itu akan terjadi seandainya provinsi Pakistan diizinkan perwakilan di badan legislatif nasional berdasarkan populasi. Dalam hal ini Pakistan Timur, dengan lebih banyak orang dari semua provinsi dan negara Pakistan Barat digabungkan, akan memperoleh mayoritas kursi di parlemen nasional.

Situasi ini tidak dapat diterima ke Punjab. Sebuah kompromi dicapai atas dasar apa yang kemudian disebut "rumus paritas" sesuai dengan yang negara itu untuk memiliki dua unit federating, Pakistan Timur dan Pakistan Barat. Setiap unit adalah untuk memiliki perwakilan yang sama di legislatif nasional. Hal ini menyebabkan penciptaan Unit Salah satu Pakistan Barat pada tahun 1956. Pada tahun 1958, Pakistan diumumkan konstitusi pertama.

Rumus paritas selamat dari kematian konstitusi 1956 dan pembentukan struktur politik baru di bawah konstitusi 1962. Namun, struktur politik yang sangat sentralistik di bawah pemerintahan militer menciptakan sejumlah masalah. Presiden Ayub Khan benar-benar mendominasi pemerintah federal dan Gubernur Amir Muhammad Khan dari Kalabagh dan Abdul Monem Khan memerintah Barat dan Pakistan Timur masing-masing dengan jumlah yang sama otoritas. Konsentrasi begitu banyak kekuasaan dalam tiga pasang tangan tidak duduk dengan baik dengan orang-orang. Di Pakistan Timur membangun kebencian melawan dominasi Islamabad dan provinsi lebih kecil dari Pakistan Barat terasing oleh aturan yang sangat otoriter Nawab dari Kalabgh. Pada berkuasa, Yahya Khan menanggapi masalah ini dengan scrapping yang "paritas" pengaturan antara Timur dan Pakistan Barat dan Pakistan Barat membubarkan Satu Unit.

Tugas sulit pembongkaran Unit Satu dipercayakan kepada komite pejabat dipimpin oleh Ahmad MM. MM mewakili Punjab sementara Ghulam Ishaq Khan mewakili Provinsi Frontier, AGN Kazi, Sindh dan Yusuf Achkzai Balochitsn. Komite sekretariat memiliki empat pejabat: Zahur Azhar, Dr Humayun Khan, Dr Tariq Siddiqui dan saya sendiri. Tugas komite adalah satu kompleks. Hal itu tidak hanya untuk membongkar susunan Satuan Satu tetapi juga untuk menciptakan empat provinsi baru dengan menggabungkan negara-negara pangeran tua dengan daerah secara langsung diberikan.

MM Ahmad sama dengan tugas. Selama beberapa minggu dengan kesabaran, martabat dan kecerdasan - tiga sifat yang membedakan dari kepribadiannya - ia membimbing 'Satu Satuan pembubaran komite, menuju menyelesaikan semua masalah yang luar biasa dalam waktu yang ditetapkan oleh pemerintah Yahya. Rencana komite mulai berlaku pada tanggal 1 Juli, 1970 ketika Pakistan Barat "Satu Unit" dibubarkan dan semua kekuasaan dipindahkan ke provinsi Balochistan, Utara-barat Provinsi Perbatasan, Punjab dan Sindh.

Asosiasi kedua dekat saya dengan MM terjadi selama periode yang sama ketika dia dipercayakan dengan tugas yang rumit untuk mendapatkan pemerintah Timur dan Pakistan Barat untuk menerima kerangka ekonomi makro yang dikembangkan oleh Komisi Perencanaan untuk Rencana Lima Tahun Keempat. Rencananya adalah untuk menjalankan untuk periode antara tahun 1970 dan 1975. Pada saat Komisi Perencanaan mengungkapkan pendekatan, warga Pakistan Timur telah yakin bahwa kinerja ekonomi yang luar biasa dari sayap barat negara itu ditopang oleh sumber daya yang dikumpulkan dari provinsi mereka. Mereka ingin bias ini untuk dikoreksi selama lima tahun dari Rencana Keempat.

Dua panel ekonom yang didirikan, satu diketuai oleh Dr Pervez Hasan, Ekonom Kepala Pakistan Barat, dan yang lainnya oleh Profesor Nurul Islam, seorang ekonom Bengali, untuk menyelesaikan perbedaan antara kedua provinsi. Tidak mengherankan, dua panel tiba pada kesimpulan yang berbeda. Panel Hasan tidak menolak pandangan bahwa pengeluaran sektor publik telah memainkan peran dalam pertumbuhan ekonomi yang pesat dari provinsi barat. Namun, juga menekankan bagian yang menentukan yang dimainkan oleh sektor swasta. Para ekonom Bengali mengemukakan bahwa banyak dari kinerja Pakistan Barat lebih baik adalah hasil dari besar investasi sektor publik yang telah dibiayai oleh arus modal eksternal yang pemerintah pusat sebagian besar telah diarahkan provinsi itu.

Sekali lagi, MM Ahmad melangkah ke pelanggaran untuk menyelesaikan sengketa antara dua kelompok ahli dan dua provinsi yang mereka wakili. Sebagai penasihat ekonomi untuk Gubernur Nur Khan dari Pakistan Barat, saya menghadiri beberapa pertemuan diketuai oleh MM untuk mengembangkan konsensus di antara dua provinsi negara itu. Dia bekerja keras untuk sampai pada kesepakatan tetapi tidak berhasil karena suhu politik terus meningkat. Pada musim gugur tahun 1970, daerah pesisir Timur Pakistan dilanda topan dahsyat yang menewaskan satu juta orang tewas. Respon lambat dari pemerintah pusat untuk ini tragedi kemanusiaan yang besar lebih memburuk hubungan antara dua propinsi. Sisanya, seperti yang mereka katakan, adalah sejarah.
 
Asosiasi terdekat saya dengan MM terjadi ketika, pada tahun 1981, saya bertanggung jawab untuk mewakili Bank Dunia di sekretariat Komite Pembangunan. MM pada saat itu adalah sekretaris eksekutif wakil komite. Komite, mengangkangi antara Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional, dituduh oleh anggota untuk meningkatkan pemahaman pada sejumlah isu penting antara pemerintah bagian maju dan berkembang di dunia. Awal dekade delapan puluhan melihat banyak negara berkembang menghadapi masa sulit. Sebagian besar Amerika Latin dilanda oleh masalah utang yang dikeluarkan untuk mempertahankan impor sementara harga minyak meningkat empat kali lipat. Perdagangan dunia, diakui sebagai sumber penting pertumbuhan bagi dunia berkembang, melakukan sedikit untuk eksportir komoditas dari negara berkembang.

Bantuan pembangunan resmi, sekali berjanji untuk meningkatkan terus dan secara signifikan, telah mengalami stagnasi. Agenda Komite Pembangunan itu semakin panjang dengan mata pelajaran yang sulit yang ditambahkan terus-menerus untuk hal itu. MM memainkan peran yang sangat penting dalam membantu pemerintah untuk memahami bahwa mereka harus bekerja bersama untuk mewujudkan pertumbuhan yang berkelanjutan di seluruh dunia.

Segera menjadi jelas bagi kita - untuk MM dan saya sendiri - bahwa kita membutuhkan seseorang yang kuat negara berkembang ke kursi panitia dan panduan pertimbangannya. Kami beralih ke Ghulam Ishaq Khan, yang pada saat itu menteri keuangan waktu Pakistan. Ishaq dan MM adalah teman baik dan itu karena persahabatan yang bahwa mantan setuju untuk kontes pemilihan ketua Komite Pengembangan. MM berperan dalam mendapatkan semua pemerintah diwakili pada komite untuk menyetujui pencalonan Ishaq Khan. Menteri keuangan Pakistan terpilih dengan suara bulat. Dibantu oleh MM, Ishaq tampil mengesankan dalam posisi itu, memenangkan rasa hormat dari kedua negara maju dan berkembang. Dia terpilih kembali untuk masa jabatan kedua dan terus dalam posisi bahkan setelah ia meninggalkan Departemen Keuangan dan menjadi ketua Senat di Pakistan.

Saya menawarkan kenangan kepada pembaca Fajar untuk merayakan kehidupan Ahmad MM, yang sebagian besar dihabiskan dalam pelayanan negaranya. MM memberikan semua ia ke Pakistan. (Sumber :
Ahmadiyah Times | Berita Meja | Profil /Sumber: Dawn.com | Pakistan
Oleh Shahid Javed Burki | 6 Agustus 2002
)