Nostalgia

 
Muhyidin Syah Memukau Para Wartawan  “Dengan Aura Syeikh Maulana”
Semarang, Jateng 1990.
Hari itu para petinggi JAI, diantaranya Abdul Hayye HP Sy- selaku Aditional Rais ut tabligh,  mewakili HMA Cheema HA Sy yang sedang cuti, Ir Pipip Sumantri- Sekjen PB JAI, Gunawan Jayaprawira- Isyaat PB, Syafiie R Batuah- Pemred Sinar Islam, dan Mln Muhyidin Syah Sy- Mubaligh Jateng DIY, berkumpul di Gedung Olahraga Simpang Lima Semarang-Jateng.
Mereka bukan ingin menonton even Olahraga. Tapi, hari itu , para Pejabat JAI  menyelenggarakan Konferensi Pers dalam rangka Penutupan Perayaan Seabad Jemaat Ahmadiyah International- yang berlangsung  sepanjang tahun 1989.
Pada waktu yang hampir bersamaan, Baharudin Muhtar dari PPMA, dan N.Kukuh S dari Isyaat PPMKAI, tengah membagikan bantuan sembako serta busana layak pakai- kepada korban Banjir Besar Semarang- yang merenggut sejumlah korban jiwa, serta meluluh lantakkan infrastruktur Ibukota Jawatengah itu.
Memukau Para Wartawan
Balai wartawan yang menempati teras depan sisi selatan dari Bangunan Gedung Olahraga Semarang , menjadi tempat dipajangnya  deretan Al Qur’an terjemahan 100 Bahasa Dunia- karya Jemaat Amadiyah International. Beberapa Buku terbitan JAI juga ikut dipajang, seperti Nabi Isa dari Palestina ke Kasmir, Filsafat Ajaran Islam dan Buku Putih.
Para Wartawan dari berbagai Media Nasional mulai berdatangan sejak pagi, memasuki Balai  Wartawan Semarang -yang di boking Panitia dari JAI. Para Khudam dan Anshar serta aktivis JAI Semarang, yang dikoordinir  Anwar Said SE- bertindak sebagai tuan rumah, berjejer dengan pakaian yang cukup rapi.
Setelah expose dan paparan serta Pers Release yang dibawakan oleh para Petinggi JAI, seperti biasa dibuka sesi tanya jawab. Karena yang hadir adalah mayoritas para wartawan Media Nasional seperti ;Tempo, Kompas, Kedaulatan Rakyat, Sura Merdeka, TVRI dll, tentu saja pertanyaaan yang disampaikan kepada para Pejabat JAI cukup berbobot dan kritis.
Beberapa pertanyaan telah dijawab oleh para pejabat JAI dari Pusat. Namun ada seorang wartawan yang mengenakan blangkon, tutup kepala khas Yogya-Solo, yang mengaku dari media Nasional yang cukup elite, dengan nada agak sinis- mengajukan pertanyaan bernuansa meremehkan Ahmadiyah. Dengan bahasa tubuh yang juga terlihat congkak, si Wartawan Blangkon bertanya begini; “Jika Memang Ahmadiyah adalah Islam Yang Benar, apa buktinya? Apa Prestasinya?.  Katanya saat ini sudah Seratus Tahun Ahmadiyah berdiri?  Lha Ini, di Semarang saja masih terjadi Banjir Bandang yang menyengsarakan umat manusia?! “ Ujarnya ber api-api. Padahal, dulu, hanya dalam 23 tahun , Nabi Muhammad telah mampu menghantarkan Umat Islam kemasa Kejayaannya!, tambah siBlangkon membandingkan.
Para hadirin terlihat ikut terbawa suasana tegang mendengar pertanyaan sang Wartawan Blangkon. Maklum, dimasa itu pendapat- pendapat Kritis masih dianggap tabu, apalagi yang bisa dinggap berbau SARA meremehkan Agama Kepercayaan orang lain. Dijaman Orde Baru, sikap kritis ditengah masyarakat memang nyaris terbungkam.  Yang anehnya, pertanyaan kritis itu justru muncul saat Ahmadiyah menjamu dengan ramah dan cukup mewah kepada para wartawan.
Team Pejabat JAI yang duduk dimeja depan, segera berunding untuk menentukan-siapa diatara mereka yang akan menjawab pertanyaan Kritis wartawan itu. Akhirnya Mln Muhyidin Syah SY- Mubaligh Jateng-DIY, dipercaya  untuk menjawab pertanyaan tajam sang wartawan.
Mubaligh Kelahiran Padang, yang lama menimba Ilmu di Rabwah Pakistan itu , dengan sikap tenang- dan senyum menghias dibibir,  tampil dengan gaya bahasa yang menyejukkan. Begini kurang lebih rangkaian jawabanya; “Bapak Ibu, Hadirin sekalian, serta rekan-rekan Wartawan yang sangat kami muliakan, terlebih dahulu saya sampaikan Asalamualaikum wr.wrb.” Salam dari Pak Muhyidin ini sejenak mampu membuat suasana di ruang Balai Wartawan Semarang hening! Entah apa sebabnya, yang jelas intonasi dan bahasa tubuh Mubaligh Wilayah Jateng –DIY itu  sangat  impresip- dan menohok nurani Sang Wartawan  Penanya bernada sinis tadi. Itu nampak dari raut wajah Sang Blangkon yang mulai tenang.
Mln Muhyidin melanjutkan, Jika membandingkan Nabi Muhammad dengan Pendiri Ahmadiyah Hz Mirza Ghulam Ahmad, tentu tidaklah adil. Apalagi kalau bicara Prestasi. Karena Pendiri Ahmadiyah mengatakan dalam bukunya, bahwa dirinya hanyalah “Debu di sepatu- alas kaki Rasululluah saw.” Jika tetap mau membandingkap dengan prestasi para Nabi lain, maka bandingkanlah dengan Nabi yang sama sama tidak membawa Syariat.
Coba kita lihat Nabi Isa as yang tidak membawa syariat, dan hanya melanjutkan Syariat Nabi Musa as. Sementara Mirza Ghulam Ahmad - juga hanya melanjutkan Syariat Nabi Muhammad saw. Sejarah mencatat, dalam perjalanannya, para pengikut Nabi Isa, sekitar 300 tahun sepeninggal Yesus, masih hidup di Gua-Gua – yang kita kenal dalam kisah ashabul Kahfi.
Tapi coba bandingkan dengan Hazrat Mirza Ghulam Ahmad, pengikut Nabi Muhammad saw. ini,   baru seratus  tahun telah mampu menyebarkan Islam ke lebih 125 Negara di dunia. Dan yang paling nyata, coba lihat-  dihadapan para wartawan sekalian yang kami muliakan sekarang ini, telah berjejer Sejumlah Al Qur;an terjemahan dalam seratus Bahasa Dunia, yang kami dedikasikan buat menerangi umat manusia sedunia. Hal ini belum pernah dilakukan oleh lembaga Islam Dunia manapun, termasik OKI, yang katanya mewakili Islam sedunia itu. Apa lagi Kelompok atau Lembaga Islam Lokal, belum pernah ada mereka membuat program semacam itu.
 Mendengar jawaban Pak Muhyidin, sang Wartawan Kritis itu langsung nampak terkesima, dan dengan takzim kembali minta izin untuk berbicara, sambil memohon agar Ahmadiyah  bisa berperan aktip, khususnya di Jawatengah untuk menanggulangi berbagai bencana dan keterbelakangan pengetahuan masyarakatnya. Yang hebatnya, saat menyampaikan permohonan itu Sang Wartawan Menyapa Pak Muhyidin dengan penghormatan yang sangat tinggi-Layaknya Orang Jawatengah memanggil Para Wali Songo-  dengan menambahkan gelar “Syeih Maulana didepan nama Muhyidin Syah Sy. (Kukuh/smg1990)


Cucu Masih Mau’ud Ke Indonesia

Beberapa Tamu dari Pusat sudah sering berkunjung ke Indonesia. Tapi, kunjungan Hazrat Mirza Wasim Ahmad- Mia Wasim,  tahun 1991, mungkin termasuk yang istimewa. Karena Amir Jemaat Qadian itu sempat berkeliling ke berbagai Cabang JAI, dan melakukan perjalanan dengan Mobil – melewati jalur terjal, seperti lewat Cemoro Sewu-Tawangmangu Jawatengah- untuk menuju Bali. Atau bahkan berjalan kaki, mendaki Bukit Papandayan di  Jawabarat.

Yang lebih berkesan terutama, Mia Wasim juga menyempatkan berkunjung ke rumah tinggal para Sesepuh JAI , atau ketempat keluarga keturunan para Perintis Jemaat.

Di rumah keluarga Ir.Syarif Ahmad Lubis Msc – Bandung, bahkan Mia Wasim sempat menginap. Di kediaman Amir JAI ini, Penjaga Markaz Qadian itu – juga sempat tahajud dan shalat subuh bersama, dirangkai dengan Daras Subuh. 

Sebelum melanjutkan perjalanan ke beberapa daerah lainnya, Mia WASIM  dan Pak Lubis, serta rombongan Pengiring- berfoto bersama.  Di foto terlampir nampak, berdiri dibelakang, dari kiri ke kanan : Kukuh, Ir.Arif D. , Ir.Syarif Lubis, Manta dan Dhiafat Singapore. Sementara Mia Wasim duduk di kursi depan. (ahkm/bdg/ 1991)


ABDUS SALAM SATU DUTA TIGA DUNIA
REPUBLIKA, Minggu, 24 November 1996, h.1, kolom 3 .
Duapuluh tahun lalu -- ketika Pakistan dipimpin PM Zulfikar Ali Bhutto -- dia pergi dari Lahore dan London untuk melanjutkan pertualangannya dalam riset fisika partikel. Kini -- dalam status almarhum -- dia "pulang kampung" untuk dimakamkan di Rabwa, Punjab, hanya beberapa pekan setelah Benazir Bhutto [putri mendiang Ali Bhutto] kehilangan kursi PM-nya.
Prof.Abdus Salam, fisikawan peraih Nobel Fisika 1979, meninggal Kamis [21 Nov] di Oxford, Inggris, dalam usia 70 tahun dan meninggalkan seorang istri serta enam anak [dua laki-laki dan empat perempuan].
"Dia meninggal di rumahnya [di Oxford, Inggris] setelah cukup lama menderita Parkinson," kata Abdu Wahab, saudara kandung Salam di Islamabad, Pakistan.
Salam adalah satu dari empat muslim yang pernah meraih Hadiah Nobel. Tiga lainnya adalah Presiden Mesir Anwar Sadat [Nobel Perdamaian 1978], Naguib Mahfoud [Nobel Sastra 1988], Presiden Palestina Yasser Arafat [bersama dua rekannya dari Israel, Nobel Perdamaian 1995].
Abdus Salam adalah fisikawan muslim yang paling menonjol abad ini. Dia termasuk orang pertama yang mengubah pandangan parsialisme para fisikawan dalam melihat kelima gaya dasar yang berperan di alam ini. Yaitu, gaya listrik, gaya magnet, gaya gravitasi, gaya kuat yang menahan proton dan neutron tetap berdekatan dalam inti, serta gaya lemah yang antara lain bertanggung jawab terhadap lambatnya reaksi peluruhan inti radioaktif.
Selama berabad-abad kelima gaya itu dipahami secara terpisah menurut kerangka dalil dan postulatnya yang berbeda-beda.
Adanya kesatuan dalam interaksi gaya-gaya dirumuskan oleh trio Abdus Salam-Sheldon Lee Glashow-Steven Weinberg dalam teori "Unifying the Forces". Menurut teori yang diumumkan 1967 itu, arus lemah dalam inti atom diageni oleh tiga partikel yang masing-masing memancarkan arus atau gaya kuat. Dua belas tahun kemudian hukum itulah yang melahirkan Nobel Fisika 1979.
Eksistensi tiga partikel itu telah dibuktikan secara eksperimen tahun 1983 oleh tim riset yang dipimpin Carlo Rubia direktru CERN [Cetre Europeen de Recherche Nucleaire] di Jenewa, Swiss. Ternyata, rintisan Salam itu kemudian mengilhami para fisikawan lain ketika mengembangkan teori-teori kosmologi mutakhir seperti Grand Theory (GT) yang dicanangkan ilmuwan AS dan Theory of Everything-nya Stephen Hawking. Melalui dua teori itulah, para fisikawan dan kosmolog dunia kini berambisi untuk menjelaskan rahasia penciptaan alam semesta dalam satu teori tunggal yang utuh.
Dalam usia sangat muda [22 tahun] Salam meraih doktor fisika teori dengan predikat summa cumlaude di University of Cambridge, sekaligus meraih Profesor fisika di Universitas Punjab, Lahore. Khusus untuk pelajaran matematika ia bahkan meraih nilai rata-rata 10 di St.John's College, Cambridge.
Karena kecerdasannya yang luar biasa, Salam pernah dipanggil pulang oleh Pemerintah Pakistan. Selama sebelas tahun sejak 1963 dia menjadi penasihat Presiden Pakistan Ayub Khan khusus untuk menangani pengembangan iptek di negaranya. Ia mengundurkan diri dari posisinya di pemerintah ketika Zulfiqar Ali Bhutto naik menjadi PM Pakistan.
Sebagian besar usianya dihabiskan sebagai guru besar fisika di Imperial College of Science ang Technology, London, dari 1957-1993. Sejak 1964 ia menjadi peneliti senior di International Centre for Theoretical Physics [ICTP] di Trieste, Italia, sekaligus menjadi direkturnya selama 30 tahun.
Hingga akhir hayatnya, putra terbaik Pakistan itu mendapat tak kurang dari 39 gelar doktor honoris causa. Antara lain dari Universitas Edinburgh [1971], Universitas Trieste [1979], Universitas Islamabad [1979], dan universitas bergengsi di Peru, India, Polandia, Yordania, Venezuela, Turki, Filipina, Cina, Swedia, Belgia dan Rusia. Ia juga menjadi anggota dan anggota kehormatan Akademi Ilmu Pengetahuan Nasional 35 negara di Asia, Afrika, Eropa dan Amerika.
Lahir 29 Januari 1926 di Jhang, Lahore, Pakistan, Abdus Salam tergolong duta Islam yang baik. Sebagai contoh, dalam pidato penganugerahan Nobel Fisika di Karolinska Institute, Swedia, Abdus Salam mengawalinya dengan ucapan basmalah. Di situ ia mengaku bahwa riset itu didasari oleh keyakinan terhadap kalimah tauhid. "Saya berharap Unifying the Forces dapat memberi landasan ilmiah terhadap keyakinan adanya Tuhan Yang Maha Esa," kata penulis 250 makalah ilmiah fisika partikel itu.
Dalam makalah Faith and Science, Salam menegaskan bahwa pemahaman sains masa kini sesungguhnya tidak bertabrakan dengan pemikiran metafisika dalam pemahaman agama. "Masalah itu setidak-tidaknya tidak akan terjadi dalam Islam." Konsep kosmologi modern yang sedang dikembangkan untuk memahami teori penciptaan alam semesta, menurutnya, kini dapat dipahami semakin dekat dengan konsep penciptaan yang diisyaratkan Alquran.
"Saya muslim karena saya percaya dengan pesan spiritual Alquran. Alquran banyak membantu saya dalam memahami Hukum Alam, dengan contoh-contoh fenomena kosmologi, biologi dan kedokteran sebagai tanda bagi seluruh manusia," kata Abdus Salam dalam satu sidang UNESCO di Paris, 1984.
Dengan makalah The Holy Quran and Science, saat itu ia banyak mengutip ayat. Antara lain Alquran 88:17 dan Alquran 3:189-190 yang antara lain mengisahkan soal penciptaan langit, bumi dan seisinya.
Menjadi anggota kehormatan dari Akademi Ilmu Pengetahuan AS dan Rusia, ternyata tidak menghambatnya untuk berkiprah di sejumlah negara berkembang. Itu juga dilakukannya ketika ia bertugas di Komite Sains PBB dan 35 organisasi profesi ilmiah.
Maka, tak aneh, bila mantan Vice Presiden dari International Union of Pure and Applied Phyusics (IUPAP) (1972-78) itu pun meraih tujuh penghargaan atas kontribusinya dalam mempromosikan perdamaian dan kerjasama iptek internasional. Antara lain Atoms for Peace Medal and Award dari Atoms for Peace Foundation (1968), First Edinburgh Medal and Prize dari Skotlandia (1988), "Genoa" International Development of Peoples Prize dari Italia (1988) dan Catalunya International Prize dari Spanyol (1990).
Begitulah ketokohan Abdus Salam memang pantas diakui. Dan, Dr Robert Walgate, wartawan senior dari New Scientist, pernah mengatakan, "Abdus Salam adalah fisikawan muslim yang cemerlang dalam mengemban misinya sebagai duta dari tiga dunia: Islam, fisika teori dan kerja sama internasional." (dedi junaedi)

Ziarah Ke Bahesti Maqbarah Qadian
Dipimpin Mln Qomarudin Shd, rombongan  Delegasi Indonesia berziarah ke Bahesti Maqbarah, pagi usai subuh- sebelum mengikuti Pidato Huzur IV ra. -  di arena Jalsah Seabad Qadian, Desember 1991.
Satu persatu kuburan para Perintis Jemaat ditunjukkan oleh Pak Qomarudin, dan secara bergantian Delegasi Indonesia berdo’a di atas pusara.
Dalam kesempatan Ziarah itu, seorang Dokter – adik Mln Radja Nasir, Mubaligh Pusat yang pernah tugas di Indonesia,  memperkenalkan diri dan coba bercerita tentang kenangannya atas kakaknya.
Beberapa Ahmadi lain, dari Negara yang berbeda-beda, juga sempat menyapa delegasi Indonesia, menggunakan bahasa Indonesia “ Apa Kabar Indonesia?” , seperti yang dilakukan oleh Amir Wahab Adam- dari Gambia.(enkh/qs/1991)

MAULANA RACHMAT ALI HAOT –
MUBALIGH AHMADIYAH PERTAMA
Saya ingin menyampaikan beberapa cerita mengenai berbagai kejadian yang diceritakan oleh orang tua-tua dan pengalaman pribadi dengan Mubaligh Jemaat Ahmadiyah. Mudah-mudahan cerita ini dapat menambah keimanan dan bermaat bagi kita semua. Dalam tulisan saya ini mungkin ada yang kurang tepat sehingga saya terbuka untuk mendapatkan koreksi.

Mlv Rachmat Ali adalah mubaligh Ahmadiyah Qadian yang pertama datang ke Indonesia. Banyak sekali cerita dan pengalaman para sesepuh di jemaat dan  para sahabat Mlv Rachmat Ali juga sudah wafat. Sebagian besar menyampaikan cerita pengalaman mereka dengan rasa terharu dan kecintaan yang besar terhadap Sang Guru Mlv Rachmat Ali HAOT.  Mlv Rachmat Ali adalah seorang mubaligh yang mengorbankan dirinya untuk menyampaikan pembaharuan Islam dan penyebaran paham Ahmadiyah di Indonesia. Sebagai murid  dari Hazrat Mirza Ghulam Ahmad beliau berpisah dengan keluarga tercinta selama 25 tahun untuk menyebarkan kebenaran Imam Mahdi.

Kisah-kisah mengenai Mlv Rachmat Ali adalah sebagai berikut.
  
1. Hujan dihentikan

Hampir semua Ahmadi pernah mendengar cerita mukjizat doa yang dilakukan oleh Mlv Rahmat Ali HAOT. Pada suatu masa terjada pelaksanaan diskusi antara Mlv. Rahmat Ali HAOT dengan seorang pendeta kristen Bandung. Perdebatan berlangksung sangat sengit dan seperti biasa semua argumentasi sang pendeta dapat dipatahkan oleh Mlv Rachmat Ali.

Pada saat perdebatan berlangsung tiba-tiba terjadi turun hujan yang sangat lebat. Sang pendeta yang sudah terdesak dalam perdebatan tiba-tiba mengatakan kapada Mlv. Rahmat Ali HAOT :” jika anda memang seorang yang benar maka coba tuan hentikan hujan ini.” Mlv Rahmat Ali HAOT langsung menyambut dan berkata :” baik.” Dan beliau langsung berdoa dihadapan hadirin. Setelah doa beliau lakukan tiba-tiba hujan berhenti.

Apa yang terjadi dengan sang pendeta? Pendeta tersebut tidak mengakui mukjizat doa yang diperlihatkan oleh Mlv. Rahmat Ali HAOT. Dia menganggap kejadian hujan berhenti hanyalah suatu kebetulan. Memang seseorang untuk dapat menerima kebenaran diperlukan karunia dari Allah SWT.

2. Kedatangan Rizki.

Bapak saya R. Boenjamin adalah murid dari Mlv Rahmat Ali HAOT. Bapak bercerita bahwa beliau selalu rajin ke petojo untuk sholat dan bertemu dengan sang Guru Mlv Rahmat Ali HAOT yang dicintainya. Suatu saat Mlv. Rahmat Ali mengatakan kepada bapak bahwa beliau sudah lama tidak makan enak. Spontan bapak mengajak Mlv Rahmat Ali untuk jalan mencari makan di luar. Mlv. Rahmat Ali kemudian bersabda kepada bapak:” tidak, tuan duduk saja disini nanti insya Allah akan datang rizki.” Karena itu bapak kemudian duduk saja dan tidak mengerti apa yang akan terjadi. Tidak berapa lama terdengar suara seorang ibu lajnah datang dan mengucapkan salam :” Assalamualaikum.” Apa yang diucapkan oleh Mlv Rahmat Ali HAOT menjadi kenyataan. Ibu lajnah itu membawa makanan berupa masakan ayam yang lezat untuk disampaikan kepada sang guru yang dicintainya Mlv Rahmat Ali HAOT. Masya Allah.

3. Mimpi Mlv Rahmat Ali HAOT

Bapak saya pernah menceritakan suatu kejadian dimana Mlv Rahmat Ali menyatakan penyesalannya. Salah seorang murid Mlv Rahmat Ali HOAT adalah Embun Abdullah. Beliau adalah orang yang sholeh dan saya selalu sering bertemu beliau di Mesjid Balikpapan. Bapak saya menceritakan bahwa pada waktu Embun Abdullah menikah Mlv Rahmat Ali HAOT nampak kurang setuju tapi beliau tidak melarangnya. Namun demikian Mlv Rahmat Ali merasa beliau telah memperlihatkan rasa ketidak senangannya kepada isteri Embun Abdullah. Suatu saat Embun Abudullah sakit dan Mlv Rahmat Ali HOAT memperhatikan bagaimana bakti dan kesetiaan isteri Embun Abdullah. Pagi, siang dan sore isteri Embun Abdullah selalu dengan setia datang ke rumah sakit membawa masakan untuk suaminya tercinta. Hal ini tidak pernah luput dari perhatian sang Guru. Pada suatu siang isteri Embun Abdullah mengalami musibah kecelakaan yaitu dilindas Trem pada saat membawa makanan untuk suami tercinta. Kejadian ini sangat memukul Mlv. Rahmat Ali HAOT. Beliau menyampaikan kepada bapak saya bahwa beliau sangat menyesal. Mlv Rahmat Ali menyatakan bahwa beliau pernah bermimpi dan melihat isteri Embun Abdullah meninggalkan suaminya. Mlv. Rahmat Ali HOAT sangat yakin bahwa mimpinya akan menjadi kenyataan bahwa isteri Embun Abdullah akan meninggalkan suaminya. Tetapi beliau telah salah menafsirkan mimpinya bahwa isteri Embun Abdullah akan meninggalkan suaminya karena tidak setia. Hal ini telah menyebabkan Mlv Rahmat Ali HAOT menyesal dan menyatakan bahwa isteri Embun Abdullah adalah wanita yang baik dan setia serta beliau selama ini telah keliru menafsirkan.

4. Neraca Trading Company

Bapak saya R. Boenjamin pernah menceritakan mengenai Neraca Trading Company. Kisah ini tidak sebenarnya tidak begitu enak untuk diceritakan. Tetapi kisah ini merupakan kisah untuk Jemaat Indonesia yang perlu dicatat. Neraca Trading Company dibentuk oleh Mlv. Rahmat Ali dengan tujuan untuk membiayai penerbitan buku-buku Jemaat. Perusahaan ini telah berhasil menerbitkan beberapa buku karya Mlv Rahmat Ali HAOT. Dari cerita bapak saya menangkap perusahaan ini baru pada perkembangan awal sehingga belum dikelola dengan baik. Keberadaan persahaan ini menimbulkan polemic antara Mlv. Rahmat Ali HAOT dengan mubaligh-mubaligh markazi lainnya. Hampir semua mubaligh markazi menentang keberadaan Neraca Trading Company. Polemik ini berkisar pada masalah manajemen dan transparansi keuangan Neraca Trading Company. Akibat polemic ini kemudian para mubaligh markazi melakukan komunikasi kepada Hazrat Khalifah II. Kemudian diputuskan oleh Huzur ke II Mlv. Rahmat Ali HAOT ditarik kembali ke pusat. Bapak bercerita bahwa Mlv. Rahmat Ali pernah berkata:” Mereka akan menyesal.” Saya pernah bertanya siapa saja yang menentang Neraca Trading Company. Bapak menjelaskan: “ banyak” Beberapa murid Mlv. Rahmat Ali yang sering diungkapkan membantu beliau dalam penulisan buku yang diterbitkan oleh Neraca Trading Coy antara lain Raden joesoef Ahmadi, A. Bachtiar Martapoera, Raden Boenjamin, Ahmad Satiri, Moh. Yaqin Munier, dan kadang-kadang Abdoerahman, Moertolo, dan Ahmad Soepardja. Untuk dukungan upaya mencari pembiayaannya disebutkan oleh Mlv. Rahmat Ali adalah Soepardja, Joesoef, Djakaria, dan Soedarma. Beberapa nama disebutkan memberi sokongan keuangan dalam penerbitan adalah R. Goemiwa Partakoesoema, Lurah Ata dan Rasyid. Pekerjaan Pencetakan dilakukan oleh Soepardja, Djakaria dan Moh. Jaqin Munier. Nama lain yang disebutkan juga memberikan bantuan adalah Raden Kartaatmadja, Emboen Doellah, Bachroem Rangkuti, M Saleh bin Charis, Soelaiman Hasan Bisri.

5. Kecintaan Murid-murid Mlv. Rahmat Ali HAOT kepada Gurunya.

Dari Rahim Panturu saya mendengar kisah bagaimana kecintaan murid-murid beliau kepada Mlv Rahmat Ali HAOT. Rahim rekan saya itu mendengar cerita ini yang dikisahkan oleh alm Dji An Sulaiman yaitu ayah dari Saleh Dji An dan Siddik Dji An. Menurut Rahim profesi Dji An Sulaiman adalah pemangkas rambut dan Mlv Rahmat Ali senatiasa dipotong rambunya oleh Dji An Sulaeman. Dikisahkan bahwa menjelang kepulangan Mlv Rahmat Ali HAOT ke Rabwah berita itu telah menjadi pembicaraan dikalangan Jemaat. Namun kepastian kepulangan beliau baru diperoleh setelah ada telegram dari Hazrat Khalifatul Masih ke II dari rabwah Pakistan. Dengan adanya kepastian ini salah satu dari murid beliau diataranya Satiri rekan-rekan murid beliau lainnya seperti Djia An, Abdul Rachman, Sulaeman membuat goresan di dinding untuk mengitung hari keberangkatan sang guru yang dicintai.

Pada hari keberangkatan semua murid-murid beliau mengantar guru yang dicintai ke pelabuhan Tg Priok. Mereka mengantar hingga keatas kapal dan semua merasakan sangat berat dan gelisah melepas Mlv Rahmat Ali HAOT yang sangat dicintai para murid-muridnya. Saat pluit tanda keberangkatan berbunyi pun mereka masih belum mau berpisah dengan beliau. Hingga akhirnya pada pluit tanda keberangkatan ketiga dengan perasaan sedih dan haru tak terhingga para murid-murid ini harus turun dari kapal. Mereka terus berdiri memandang kapal yang mulai bergerak menjauh ke tepi ufuk horizon hingga akhirnya mulai hilang dari pandangan mata. Dji An almarhum bercerita pada Rahim Panturu bahwa para murid ini masih belum dapat melepas dan mereka terus berusaha untuk memandang kapal yang membawa sang guru ke tanah airnya. Mereka naik keatas gedung pelabuhan sehingga mereka masih dapat kembali melihat kapal yang ditumpangi guru. Ramai mereka memandang kapal itu sehingga kapal itu kembali menjauh dan menghilang. Setelah itu mereka kembali naik keatas atap gedung yang lebih tinggi sehingga mereka dapat kembali menatap kapal yang menajuh itu sehingga akhirnya hanya dapat terlihat kepulan asap kapal. Pada waktu kapal itu sudah tidak dapat terlihat lagi baru mereka ingin pulang dan tanpa disadari waktu telah menjadi malam.

Dari cerita ini kita dapat mengetahui bagaimana kecintaan para murid beliau kepadanya. Bagi saya cerita ini bukan mengherankan karena Bapak saya R. Boenjamin almarhum sudah terlalu sering menceritakan kecintaannya kepada gurunya yang mulia itu. Saya hingga sekarang masih dapat mengingat rasa duka dan cinta di wajah Bapak apabila bercerita mengenai Mlv Rahmat Ali HAOT.

6. Kemuliaan Jiwa Mlv. Rachmat Ali HAOT

Rahim Panturu menyampaikan kepada saya cerita mengenai pengalaman R. Moertolo SH alm., yang semasa akhir hidupnya menjabat Ketua PB Jemaat Ahmadiyah Indonesia dan pernah menjabat Jaksa Tinggi dan Jaksa Agung Muda. Cerita ini diceritakan langsung oleh R. Moertolo SH. kepada Rahim Panturu dengan penuh linangan air mata.

R. Moertolo SH bercerita bahwa pada waktu beliau akan mengambil ujian untuk mendapat gelar sarjana hukum Mister in de Rechten, beliau memerlukan biaya yang cukup besar. Dalam keadaan yang mendesak itu beliau datang kepada sang guru Mlv Rachmat Ali HAOT di Mesjid Jl. Balikpapan untuk meminjam uang yang diperlukannya itu. Sang Guru setelah mendengar permintaan muridnya ini meminta untuk menunggu dan beliau masuk kedalam. Setelah lama menunggu akhir Mlv Rachmat Ali HAOT keluar dan menyerahkan uang yang akan dipinjam itu kepada R Moertolo SH.

Setelah menerima uang itu, kemudian R. Moertolo diberitahu bahwa Mlv Rahmat Ali HAOT tadi keluar dari pintu belakang dan pergi ke kawannya seorang bangsa Sheik di Pasar Baru untuk meminjam uang. R. Moertolo SH baru menyadari mengapa beliau menunggu sangat lama sekali dan rupanya Sang Guru telah berusaha menolongnya dan tidak mau memperlihatkan situasinya yang juga tidak memiliki uang kepada muridnya sehingga keluar dari jalan belakang. Pada saat yang sama R. Moertolo juga diberitahu bahwa Sang Guru sebelum bertemu dengan R. Moertolo baru saja mendapat berita dari Pakistan bahwa anak yang dicintainya meninggal dunia. Mlv. Rachmat Ali sangatlah mulia hatinya dan penuh dengan pengorbanan. Dalam keadaan duka hati yang sedih karena kehilangan putra tetapi beliau tetap berupaya untuk menolong orang lain yang membutuhkan pertolongannya.

Menurut Rahim R. Moertolo berkali-kali bercerita hal ini kepadanya dan selalu beliau menyampaikannya dengan penuh linangan air mata. Kita doakan kepada Allah SWT untuk membalas seluruh kebaikan dan amalan Mlv Rachmat Ali HAOT kepada jemaat dan bangsa Indonesia. Amin.
(Sumber : http://redseahawk.blogspot.com/2009_07_01_archive.htmlDiposkan oleh Boenjamin)