Tabligh



Tabib Jawa ARE, Menembus Belantara Tabligh Sulawesi

Laporan: Muhaimin Khairul Amin

Orang Sulawesi mengenalnya sebagai “Tabib Jawa”, karena kemampuannya , selama belasan tahun - memberikan Pengobatan Tradisional atas berbagai penyakit kepada masyarakat Sulawesi. ARE-Abdul Rakhim Erjam (59), adalah contoh Transmigran yang sukses, karena selain berbekal pengalaman duniawi- tapi juga memiliki kemampuan Agama yang mumpuni. Berbagai sekte telah dimasukinya, sebelum akhirnya berlabuh dalam Bahtera Masih Mau’ud as.

Abdul Rakhim Erjam dilahirkan dari keluarga petani, dengan kedua orang tua yang bernama Amad Erjam dan Naqiyah di desa Grabak kec. Grabak kab. Magelang, Jawa Tengah. Pada tahun 1975 setelah lulus PGA (Pendidikan Guru Agama) kemudian merantau ke Jakarta mencari pekerjaan dan mendapat profesi sebagai pembantu Rumah Tangga di rumah Drs. Muhammad Hilal yang beralamat di pasar Minggu Jakarta selatan. Secara kebetulan, beliau sebagai ketua Pengadilan Agama Jakarta Selatan. Faham beliau Muhammadiyah, sedangkan pak Abdul Rakhim Erjam berfaham Nahdatul Ulama.
Nikah Mendadak
            Suatu ketika Abdul rakhim Erjam berkeinginan untuk pulang kampong guna meng-haul (memperingati tahun  kematian orang tua), tetapi dilarang oleh Drs. Muhammad Hilal dengan alasan bahwa di d;lam Islam tidak ada ajaran hari ulang tahun kematian. Padsa saat itu Abdul Rakhim mempertahankan pendapatnya berdasarkan dalil-dalil yang diajarkan oleh gurunya, namun Drs. Muhammad Hilal membantah dengan mengemukakan dalil-dalil dari ayat Alqur’an, antara lain : Afalaa Ta’qiluwn, Afalaa tatafakkaruwn, La’allkum ta’qiluwn dan sebagainya. 
Mulai pada saat itulah Abdul Rakhim menyadari bahwa betapa pentingnya mempelajari makna ayat Alqur’an tanpa harus bertaqlid lagi pada ulama orthodok. 2 Tahun kemudian ARE (Abdul Rakhim Erjam) tertarik mendaftar transmigrasi inti pada tahun 1977 yang secara kebetulan lokasinya di Kendari Sulawesi Tenggara, tepatnya di UPT (Unit Pemukiman transmigrasi) Moramo 2 Kendari.
Sebelum berangkat transmigrasi ARE disuruh oleh petugas Transmigrasi untuk mencari pasangan hidup masing-masing. Karena tidak pernah dekat dengan perempuan manapun, ARE kemudian minta tolong kepada keluarga Drs. Muhammad Hilal dan akhirnya dicarikan dari kalangan keluarganya yang ada di Temanggung yang bernama Siti Munifah hingga akhirnya keduanya berjodoh menjadi suami isteri dan dikaruniai 3 Orang anak (1 Perempuan 2 laki-laki) dan cucu 9 orang. 
Membedah Takdir
Pada tahun 1980 ARE bekerja sebagai tukang penggergaji kayu di Moramo 1 A desa Sumber Sari. Di sana ARE berjumpa dengan salah satu tokoh agama yang bernama Surnida asal Jawa Barat. Beliau memberi nasehat supaya tetap menjalankan ibadah hingga suatu ketika beliau ,menyampaikan pengalaman diskusinya kepada petugas departemen agama asal Kendari yaitu tentang masalah Takdir. 
Karena petugas departemen agama tersebut tidak mampu menjawab maka pak Surnida masih penasaran untuk lebih mengetahui jawabannya namun belum pernah ketemu dengan orang yang bisa memberikan penjelasan yang memuaskan. Pada saat itu ARE menyampaikan dalil walaupun kontropersi tentang masalah takdir, akan tetapi ARE bisa memberikan penjelasan secara memuaskan hingga ngobrol sampai larut malam. 
Malam berikutnya pak Surnida mengundang semua tokoh agama dan tokoh masyarakat kumpul di rumahnya untuk mengulang kembali penjelasan takdir yang kelihatan kontropersi namun ternyata dapat dijelaskan secara gamblang. Mereka yang hadir merasa puas, bahkan berbagai pertanyaan soal agama dapat terjawab semuanya hingga  berlangsung menjelang pagi.
Meredam Konflik
Pengalaman rohani ARE berikutnya ketika menggergaji di Satuan pemukiman bagian ADB, terjadilah suatu kesalah-pahaman antara penduduk asli dengan warga transmigrasi pada tahun 1984,  tentang masalah pohon yang ada di kebun kopi penduduk asli. Kerena orang transmigrasi mengira hutan kosong, maka mereka banyak menebang pohon-pohon, kemudian penduduk asli minta ganti rugi , namun berujung pada konflik yang kedua belah pihak sudah siap untuk saling menyerang. 
Karena Abdul Rakhim Erjam (ARE) tahu persis sifat orang Tolaki penduduk aseli sehingga ARE menjadi penengah dengan menemui UPT yang ternyata sudah dikepung penduduk tolaki. ARE kemudian malah diserang rame-rame oleh penduduk asli tersebut, namun dengan karunia Allah ta’ala ARE selamat dan tidak ada luka sedikitpun. ARE pada saat itu banyak berdo’a “Laa ilaaaha Illaa anta, subhaanaka inniy kuntu minadz-Zhoolimiin.”, sehingga menurut orang-orang ARE kemungkinan tewas, namun dengan karunia Allah selamat. 
“Menyulap” POLSEK Menjadi Masjid
Pengalamannya yang lain, ARE dipukuli rame-rame oleh perangkat unit gara-gara membela hak warga tentang jatah sembako warga yang tidak dibagikan dengan semestinya.  Warga didekengi oleh kepala desa dari suku Tolaki (penduduk asli), yang didukung oleh  koramil , sedangkan perangkat Unit Transmigrasi didukung oleh kapolsek dan Departemen Transmigrasi Kendari. 
Setelah ARE dibawa ke kantor POLSEK sebagai tahanan, namun ARE menekankan kepada petugas supaya jangan takut, kecuali kepada Allah, dan ARE tidak mau membeberkan kesalahan perangkat Unit tersebut. Akhirnya beberapa polisi berdiskusi dengan ARE hingga larut malam tentang agama, sehingga polisi itu menganggap ARE sebagai Ustadz. Polisi itu mengatakan, “malam ini ruangan yang sempit ini terasa seperti masjid yang luas.”  Akhirnya permasalahan pun menjadi beres karena ARE tidak menuntut balas. 
Hafiz Qur’an dan Gito Rolis
Singkat cerita tahun 1987 belajar Qur’an Hadits di LDII yang dulunya disebut LEMKARI (Lembaga Karyawan Dakwah Islam) hingga tahun 2004. Suatu ketika di LDII bertepatan dengan malam Tadarrus Alqur’an, tiba-tiba lampu mati. Karena ARE hafal Qur’an, ia membaca terus Alqur’an sampai lampu kembali menyala. Dari situlah ARE dilaporkan ke Imam Pusat LDII sebagai Haafiz (Hafal) Qur’an.
Tahun 2004, ARE keluar dari LDII karena merasa tidak cocok dengan ilmu yang selama 17 tahun hanya diulang-ulang terus dan akhirnya ARE tertarik masuk Jama’ah tabligh di Palopo yang pada saat itu kebetulan ARE sedang membuka pengobatan tradisional di Palopo. Pada waktu itu masjid agung Palopo kedatangan Gito Rolis (penyanyi) dan Hengki Tornando (Bintang Film) yang sudah masuk Jama’ah tabligh.  Akhirnya ARE menjadi anggota Jama’ah tabligh selama 2 tahun. 
Ketemu Imam Mahdi
Pada tahun 2006, di awal bulan Ramadhan ARE melintasi jalan Anuang Makassar dengan berjalan kaki. Di sana ARE melihat sebuah masjid dengan papan nama Jama’ah Ahmadiyah Makassar, yang diatas papan nama tersebut bertuliskan 2 kalimah Syahadat. ARE kemudian masuk ke bagian depan masjid kemudian melihat foto Imam Mahdi beserta Khalifahnya yang dipasang pada papan pengumuman. Tak lama kemudian, sekitar pkl. 9 Pagi WITA, Muballigh Saeful Uyun memarkir mobilnya di halaman depan masjid, sehingga ARE dan muballigh Saeful uyun saling menyapa dan berlanjut dengan diskusi di kantor secretariat JAI Makassar. 
Karena menurut ARE di JAI ilmunya aktual dan rasionil, akhirnya ARE menyatakan diri untuk bergabung setelah membaca 3 buah makalah tulisan MLN. Saeful Uyun. Suatu saat ARE menyampaikan tentang kedatangan Imam mahdi kepada teman-teman jamaah tabligh di masjid Kerong-kerong (salah satu pusat jamaah tabligh di Makassar) dan ARE pun ditentang oleh Ustdz. Drs. Tukiyar asal Palopo dengan sangat berang. ARE saat itu langsung membacakan surat Az-Zukhruf ayat 18, kemudian mereka langsung diam tertunduk.
Itulah cerita singkatnya tentang pengalaman rohani ARE. Saat ini, ARE mengemban amanat sebagai Sekretaris Tabligh Jemaat Ujung-pandang (Makassar). Aktifitas kesehariannya hingga saat ini ARE berprofesi sebagai tabib pengobatan tradisional yang sudah berpengalaman selama 17 tahun. (mup/edit/red)

Cerita Nurcahyo, Nganjuk

Catatan : drh. Anwar Saleh
Ketika duduk-dudk di kantor PPMA, Ahad, 4 Desember 2012, Nurcahyo, asal Nganjuk, Jawa Timur, menuturkan ringkas pengalamannya sampai menjadi Ahmadi, sebagai berikut.
Sebelum kenal Ahmadiyah
          Saya dari tempat kelahiran di Nganjuk mengadu nasib ke Jakarta tahun 90-an, tinggal di kantor DPC – P3, Cikokol Tangerang. Di DPC-P3 itu ada teman yang bekerja sebagai petugas keamanan dan kebersihan. Namanya Edet dan Muhammad Khatib. Muhammad Khatib ini ahli kiraat, asli penduduk setempat. Saya suka ikut Muhammad Khatib ke Menes, Banten,  di Pontren Asulhan, tempat asal pengajiannya Muhammad Khatib.   Di Pontren ini diajarkan juga ilmu-ilmu kebal, susuk, ilmu hijib, dan sejenisnya. Ilmu-ilmu ini kurang pas dengan hati nurani saya.  Tentu kalau mengacu kepada Rasulullah saw yang tidak ada pelajaran yang demikian. Pada waktu itu pengaruhnya ke nurani, lebih mengedepankan emosional  dalam menyikapi permasalahan-permasalahan. Dan karakter saya tak suka dengan kekerasan.
         Teman yang satu lagi, Khaerul Saleh. Dia menimba ilmu di perguruan  ilmu-ilmu dalam (misalnya supaya tidak kena sihir, tenung dan sejenisnya). Letaknya di desa Kemeri Mauk, Tangerang Utara. Saya ikutan dan pernah tinggal di sana sebulan, dua bulan. Banyak guru yang mengajar dengan macam-macam ilmu. Saya jadi bingung. Kok Islam menjadi model begini, yang tak ada di zaman Rasulullah saw.  Ini saya ke sana pada  tahun 1994 - 1995.

Mengenal Ahmadiyah
        Suatu kali teman saya itu,  Khaerul Saleh, ingin ikut  saya  ke Jawa Timur, ke rumah saya di Nganjuk. Di sana dia ketemu anak  kiyai dan menikah. Setelah setahun lebih tinggal di sana, balik ke Tangerang dan dia ketemu Pak Munim, anggota Ahmadiyah, Jakarta Barat. Setelah melalui proses belajar dan dialogh, Khaerul Saleh lalu masuk menjadi anggota Jemaat Ahmadiyah.  Setelah itu, dengan semangat  dia kembali ke Jawa Timur dan menginformasikan ke isteri dan keluarganya bahwa dia telah masuk Ahmadiyah. Terjadi kontroversi di keluarga itu. Setelah isterinya bai’at, mertua mengatakan hitung-hitung hilang anak satu (orang Jawa mengatakan hilang telur satu). Berita di kampung sangat santer. Dampaknya ke saya (jarak rumah saya dengan kiyai itu l.k. ½ km).
          Saya merasa yakin, masa Pak Khaerul Saleh bisa terpeleset begitu, ikut  aliran sesat. Berdasarkan macam-macam  fitnah, terus  saya punya prinsip, daripada mendengar perkataan yang belum jelas kebenarannya, ingin melihat langsung ke sumber Jemaat Ahmadiyah. Tapi sulit waktu itu untuk langsung ketemu. Ketemu Pak Khaerul Saleh beberapa kali, tapi tidak tuntas bicaranya. Pak Khaerul Saleh suka tabligh terus, sulit ketemu. Setelah tahun ke tiga, Pak Syarif teman Pak Khaerul, memberitahu ada MM Ahmadiyah di Kampus Mubarak, Bogor. Saya ikut ke Kampus Mubarak, ikut Pak Yono, Gondrong.

Nyatanya Ahmadiyah itu Benar
          Secara rasionil disimak dari ceramah-ceramah di MM itu, ternyta Ahmadiyah itu ada kebenarannya, saya jadi semakin tertarik. Terus secara rohani, dari  pernah melihat foto Masih Mau’ud a.s. sampai terbawa melihat foto itu  dalam mimpi (Ini sebelum MM). Berdasarkan pengalaman mimpi ini dan menyimak ceramah-ceramah dalam MM yang kebenarannya rasional, maka saya menjadi yakin akan kebenaran Jemaat Ahmadiyah. Waktu itu, langsung minta bai’at (tahun 2002).
          Isteri saya suka membaca, dia baca sendiri buku-buku yang saya bawa.  Waktu itu dia senang mendengar dan menyimak ceramah-ceramah  Aa Agim di TV. Setelah baca buku-buku Ahmadiyah, dia jadi gundah, dan dia pun dapat mimpi. Di dalam mimpi itu, dia dialogh dengan Aa Agim, tetapi tidak nyambung.  Terus setelah itu, mimpi lagi  ketemu Bapak Yahya Sumantri dan dialogh, dan hatinya pas. Paginya itu pengen dibuktikan, pengen ketemu Pak Yahya (yang sebelumnya sering ketemu). Setelah mendapat penjelasan dari Pak Yahya, dia yakin dan bai’at  masuk Ahmadiyah. Ini kejadian di tahun 2003. Keluarga dari  isteri saya itu lalu bangkit menentang sampai  ancamannya suruh cerai  dengan saya suaminya. Ini gara-gara  saudara kandungnya yang laki-laki membawa buku-buku edaran MUI Pusat dan dikasih ke Mertua. Mertua yang belum tahu apa Ahmadiyah itu, lantas jadi benci ke Ahmadiyah. Dan berbeda dengan orang tua saya sendiri yang  tidak menentang. Setelah orang tua menginfokan ke saudara-saudara satu nenek, bahwa saya telah ikut Ahmadiyah, justru semua saudara-saudara itu menentang. Terlebih saudara sepupu yang punya jabatan Kepala Bidang Urusan Pemberangkatan Haji di Depag Kodya Kediri. Tapi adik kandung  sendiri (Maryono) ikut bai’at tahun 2008.

Kediri Era Baru  
          Di Kabupaten Nganjuk, terus bertambah Mubayyin Baru  sampai berjumlah 18 orang. Setelah tragedy Cikeusik, di kota Nganjuk - karena saya sudah dikenal oleh kiyai-kiyai dan aparat - rumah saya ikut diamankan. Setelah keluar SK Gubernur (SKG) Jatim, aparat-aparat datang ke rumah saya, dan saya diberi surat SKG. Mereka bilang tidak boleh menyampaikan kepercayaannya kepada orang lain. Tapi saya jawab juga, kalau orang lain yang tanya sama saya, apa saya harus diam? Mereka pun bingung!
        Wahyudi alumni salah satu Pontren di Blitar, ketemu saya tahun 2008 di stasium Pasar Senin, waktu pulang ke Jawa Timur. Kebetulan saya waktu itu juga pulang ke Nganjuk. Dia itu, katanya  ke Jakarta cari kerja , tapi  tidak dapat. Setelah ketemu saya di stasiun kereta api itu, bicara-bicara sepanjang jalan dalam kereta. Dia pun  mampir di rumah saya di Nganjuk. terus saya ajak ke Mubaligh Ahmadiyah di Kediri. Karena merasa sudah matang dan mantap  tentang kebenaran Ahmadiyah,  dia pun langsung bai’at waktu itu juga.  Dengan semangat mendapat air rohani baru dan semangat untuk merubah keadaan, dia mendatangi dan nabilighin teman-temannya di pesantren Blitar, diantaranya dua orang temannya bai’at. Dialah Jemaat awalin di Blitar. Jadi ke Jakarta cari harta dunia, justru dapat harta rohani dan harta ini dibagi pula ke teman-teman sepesantren.   
        Berita  controversial mengenai Ahmadiyah menggema di Jawa Timur. Romo-romo se Jawa  Timur belum lama ini (dua bulan lalu) ngumpul  di Nganjuk,  ingin mendapat pernyataan dari versi Ahmadiyah langsung. Pertemuan Sudah dilaksanakan, semua Muballigh Ahmadiyah Jawa Timur memberikan penjelasan, termasuk saya diundang (Sektab Kediri). Ada perwakilan dari Jakarta juga. Ada  sekitar 20 – 30 Romo yang hadir. Terjadi tanya-jawab. Romo-romo itu punya kesan, Ahmadiyah itu apa bukan Islam, kok sama-sama Islam dimusuhi oleh mayoritas Muslim? Mereka bangga mendapat penjelasan yang langsung dari Ahmadiyah.
         Ulama di Nganjuk dengar cerita ini. Mereka gerah, kok Ahmadiyah masih aktif walaupun sudah ada SKG. Jadi saya terus mendapat sorotan. Polres, Kodim, Polsek selalu memantau.

Salah Siapa?
          Kisah di atas yang bikin gerah para Ulama, bukan salahnya Nurcahyo atau Khaerul Saleh atau siapa saja yang bai’at masuk Ahmadiyah.  Itu justru karena kebenaran Ahmadiyah. Lhah kalau Ulama marah karena kebenaran Ahmadiyah, lantas sebenarnya yang salah itu siapa?  Dan hal begini ini sudah tercantum dalam Al-Qur’an, bahwa “Reformasi Islam di akhir zaman yang dibawa oleh Imam Mahdi yang bagai tunas yang terus tumbuh semakin kutat pada batangnya, membuat gembira para penanamnya dan membikin marah mereka yang ingkar”.  Tumbuh dan berkembangnya Islam dalam Jemaat Imam Mahdi tidak ada yang dapat menahannya dan tidak mungkin dapat dibendung oleh siapa pun dan dengan kekuatan apa pun, karena kebenaran itu akan diterima dan terikat serta terpateri ke dalam hati manusia yang membuka nuraninya.

PATIL LELE SANGKURIANG MENGHUJAM KALBAR

Oleh: Iskandar Ahmad Gumay

Petak-petak kolam terpal berukuran 3 x 4 m berjajar rapi didepan rumah misi Bengkayang.  Dalam kolam yang berjumlah 12 buah dan berair warna hijau pekat itu, ribuan benih lele Sangkuriang dengan berbagai ukuran berenang kian kemari. Mulut-mulut kecilnya timbul tenggelam mengambil udara dipermukaan kolam. Pada waktu makan tiba, saat pelet ditebar maka pesta dimulai. Ikan-ikan bergerombol memperebutkan jatahnya pada hari itu, saling berlomba. Sungguh pemandangan yang sangat mengasikkan.

Ternyata tidak hanya seru memperhatikan pergerakan benih-benih lele, yang sekarang ini menjadi primadona dikalangan para pengusaha lele. Mengamati pergerakan lele Sangkuriang di Kalbar juga menarik untuk kita simak.

Lele Sangkuriang merupakan lele jenis unggul, turunan dari lele dumbo yang masuk ke Indonesia pada tahun 1985. Lele dumbo yang dulu merajai dunia perlelean di Indonesia saat ini  tengah turun pamor dan kualitas. Hal ini karena perkawinan dan persilangan yang dilakukan sembarangan, termasuk menggunakan indukan yang berkualitas rendah.  

Untuk mengatasi permasalahan ini, Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi kemudian melakukan berbagai penelitian dan rekayasa genetic terkait lele dumbo. Hasilnya lahirlah “lele Sangkuriang” yang berkualitas seperti lele dumbo dimasa awal datang keIndonesia. Lele Sangkuriang ini istimewa karena tingkat produksinya lebih tinggi, panen lebih cepat, pengembangannya lebih singkat, daya tetas dan kemampuan bertelur lebih tinggi, lebih tahan penyakit dan kualitas daging lebih unggul. Karena dibudidayakan secara organic maka rasa dagingnya pun lebih enak dan sehat.

Didaerah Jawa mungkin lele Sangkuriang  ini sudah tidak asing, tapi di Kalbar lele Sangkuriang belum banyak dikenal. Cerita punya cerita, Bapak Al-Fitri, Nazim Anshorullah Kalbar, seorang putra daerah yang lama merantau ke Jawa, tengah putar otak untuk memajukan tanah kelahirannya. Tidak hanya dari sisi ekonomi tapi juga dari sisi kejemaatan. Bertemulah kedua sisi tersebut  via internet. Rupanya apa yang menjadi harapan Pak Fitri sedikit banyak bisa dipenuhi oleh sang lele. Bagaimana caranya? Setelah dikaji ternyata usaha ini tidak hanya mempertimbangkan faktor bisnis semata tapi juga mengandung unsur pemberdayaan masyarakat sehingga dapat digunakan sebagai amunisi pertablighan.

Untuk mewujudkan mimpinya, pak Fitri menimba ilmu ke Megamendung, Bogor, berguru pada master lele Sangkuriang, Abah Nasrudin. Setelah mengikuti pelatihan disana, misipun dimulai. Modal dihimpun dan perencanaan dilakukan. Pak Fitri  kemudian berkoordinasi dengan Bapak Amir Nasional dan Mubaligh Wilayah Kalbar yang saat itu dipegang oleh Mln. Iskandar gumay. Lalu dipilihlah cabang Bengkayang  yang berjarak 180 KM  dari Pontianak sebagai pilot project lele Sangkuriang ini. 

Berbagai perlengkapan dan peralatan disiapkan, lalu bekerjasama dengan mubaligh, pengurus dan anggota Bengkayang, dibangunlah kolam-kolam dari terpal untuk sang lele dilahan milik Jemaat, tepatnya didepan rumah misi. Indukan sebanyak 2 paket yang berisi 32 ekor ikanpun didatangkan dari sang master. Proses pengembangbiakan dan pemeliharaan dilakukan.
Ternyata berbagai tantangan menghadang. Separuh lebih dari jumlah indukan yang ada mati karena cuaca yang ekstrim disana. Namun dengan semangat membaja, berbagai upaya dan inovasi terus dilakukan sambil terus berkoordinasi dengan sang master serta diiringi doa yang tidak pernah putus. Akhirnya indukan-indukan yang tinggal berjumlah 13 ekor itu mampu bertahan, beradaptasi dan berkembang biak. Walaupun dalam kondisi yang tidak ideal, pemijahan pertama berhasil dilakukan. empat puluh ribu anakan berhasil lahir dan kini dikembangkan.
Dengan penuh ketekunan dan kerja keras, roda bisnispun mulai berputar. Tidak perlu menunggu lama, dalam waktu kurang dari dua bulan permintaan benih mulai berdatangan baik dari Bengkayang sendiri maupun dari daerah lain, seperti Singkawang dan Pontianak. Dengan harga Rp. 300/ekor, persediaan benih yang ada laris manis. Padahal usaha ini belum diekspose, plang usaha saja belum dipasang  tapi permintaan membanjir.   

Demikian pula hal nya dengan roda pertablighan, seiring dengan semakin populernya lele Sangkuriang di Bengkayang, nama Ahmadiyahpun tidak dapat dipisahkan daripadanya. Berbagai pihak tertarik untuk datang. Mulai dari hanya ingin tahu dan penasaran, bagaimana mungkin ada lele bisa berkembang didaerah ekstrem seperti Bengkayang, dengan niat ingin belajar, berbisnis hingga yang ingin menjalin kerjasama pun semua ada. 

Yang datangpun dari berbagai kalangan, mulai dari RT, RW, lurah, camat, pihak kepolisian, Dinas Perikanan, tokoh-tokoh adat dayak hingga Bupati Bengkayang mengirimkan wakilnya untuk datang menyambangi rumah misi tempat lele Sangkuriang berada. Mereka sangat gembira, menyambut baik dan sangat mendukung usaha ini. Apalagi setelah mereka tahu bahwa usaha tersebut tidak hanya bisnis semata karena kemudian akan memberdayakan masyarakat, tidak hanya sekitar rumah misi tapi dengan ruang lingkup yang lebih luas. 

Pak Fitri siap melatih siapa saja yang ingin berusaha dibidang ini. Tidak hanya itu, pendampinganpun akan dilakukan mulai dari membuat perencanaan, membuat kolam, pemeiliharaan hingga panen. Bahkan untuk benih, para pengusaha boleh mengambil dulu secara gratis dan baru akan dibayar setelah panen (45 hari). 

Disinilah tabligh bil hal tengah dilakukan dan sedikit demi sedikit menampakkan buahnya. Tidak hanya membuat orang yang dulunya anti dengan keberadaan Ahmadiyah di Bengkayang lalu berubah menjadi lebih ramah, tapi juga membuat orang-orang berdatangan sehingga rabtah yang dulu sulit dilakukan tidak lagi dirasakan.  Selain itu, membantu peningkatan kualitas ekonomi masyarakat sekitar dan membawa manfaat bagi lingkungan  tentu membawa dampak yang baik pula bagi Jemaat. Amin.